Thursday, 15 January 2015

Menengok Kembali Panasnya Perseteruan "Cicak Versus Buaya"

“Jika dibandingkan, ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya. Apakah buaya marah? Enggak, cuma menyesal. Cicaknya masih bodoh saja."
 
Penggalan kalimat di ataslah, yang mempopulerkan istilah Cicak vs Buaya. Ucapan itu dilontarkan oleh Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji dalam wawancara dengan Majalah Tempo pada Juli 2009 silam.
 
Saat itu, Susno berang karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai bertindak bodoh dengan menyadap pembicaraannya tentang "hadiah" sebesar Rp10 miliar jika berhasil mencairkan deposito Boedi Sampoerna.
 
Buntutnya, polisi memeriksa Wakil Ketua KPK saat itu, Chandra Hamzah karena diduga melakukan penyadapan yang tidak sesuai dengan prosedur. Tudingan itu kemudian dibantah oleh lembaga antirasuah tersebut. Alasannya, penyadapan itu sudah prosedural demi penegakan hukum.
 
"Sistem penyadapan yang kita lakukan adalah lawful interception. Itu digunakan untuk penegakan hukum. Kalau merasa ada yang tersadap dan punya masalah dengan itu, datang saja ke kita, tentu kita jawab," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, kala itu.
 
Cerita ini semakin memanas ketika Mabes Polri mengejutkan publik ketika menetapkan dua orang Wakil Ketua KPK, Bibit S Riyanto dan Chandra M Hamzah sebagai tersangka atas kasus penyuapan oleh Anggodo Widjojo, Adik Anggoro Widjojo yang merupakan tersangka kasus korupsi alat-alat komunikasi di Departemen Kehutanan.
 
Kuat dugaan, langkah yang diambil Kepolisian tersebut sebagai "serangan balik" kepada KPK. Padahal, tidak ditemukan dasar hukum dan bukti yang kuat untuk menyeret dua orang ini ke pengadilan.
 
Kisah Balap-Balapan Tim Delapan
 Pada tanggal 2 November 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), setelah didesak berbagai pihak akhirnya membentuk Tim 8 untuk mencari fakta kasus Bibit-Chandra. Tim independen yang berisikan delapan orang ini dipimpin oleh Adnan Buyung Nasution.
 
Sehari setelah dibentuk, Tim 8 langsung bergerak cepat dengan memanggil sejumlah saksi, termasuk aktor utama dalam kasus ini seperti Susno Duadji, Bibit, Chandra dan para penyidik dari Kepolisian.
 
Pada 9 November 2009, simpulan sementara yang dikeluarkan oleh Tim 8 adalah tidak ada cukup bukti bagi Kepolisian untuk menjerat Bibit-Chandra. Hal itu juga menutup pintu bagi Kepolisian yang ingin membawa kasus tersebut ke pengadilan lewat penyerahan berkas perkara P21 (bukti lengkap suatu kasus).
 
Namun gayung tak bersambut, keadaan semakin meruncing setelah Susno malah mengumumkan bahwa pihaknya akan tetap menyerahkan P21 ke Kejaksaan pada hari yang sama dengan keluarnya dugaan sementara tersebut.
 
Tak hanya itu, Jaksa Agung saat itu, Herdarman Supandji juga membuat pernyataan mengejutkan. Menurut keterangannya, berkas perkara yang diserahkan pihak Kepolisian sudah lengkap dan sudah bisa dibawa ke pengadilan.
 
Mengetahui fakta itu, Tim 8 langsung memutar otak mencari cara untuk menyalip Hendarman yang akan segera berbicara ke publik. Mereka kemudian menyerahkan simpulan sementara itu ke SBY. Sayang, inisiatif itu tak segera direspons Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.
 
Khawatir kalah cepat, Tim 8 memutuskan untuk langsung mengumukan simpulan sementara itu ke masyarakat. Hal itulah yang kemudian berhasil "menyelamatkan" Bibit-Chandra dari proses pengadilan yang sudah di ujung tanduk.
 
Pasca dua minggu bekerja keras, Tim 8 akhirnya mengeluarkan keputusan akhir bahwa Kepolisian tidak punya bukti dan dasar hukum untuk menjebloskan Bibit-Chandra ke dalam jeruji besi. Kisah ditutup saat Jaksa Agung mengeluarkan SKP2 (Surat Keterangan Penghentian Penuntutan) yang akhirnya membebaskan Bibit-Chandra.

No comments:

Post a Comment

LEIDEN IS LIJDEN: BELAJAR LEADERSHIP DARI KELUARGA KECIL IBRAHIM A.S

  Hisahito Rahmat Dakwansyah Ketika kita bicara kepemimpinan, pikiran kita sering melayang pada sosok yang memimpin negara, memenangi pepera...