Sumber : https://dnyalfian2017.blogspot.com/2018/09/transaksi-melibatkan-valutan-pada-pasar.html
A.
Latar Belakang
Pasar valuta asing (bahasa Inggris: foreign exchange market, forex) atau
disingkat valas merupakan suatu jenis perdagangan atau transaksi yang
memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya
(pasangan mata uang atau pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia
selama 24 jam secara berkesinambungan. Transaksi valuta atau pada umumnya
sering juga disebut dengan valas yang mempertukarkan mata uang yang berbeda
seperti mata uang rupiah dengan mata uang dollar atau mata uang dari negara
lain, dalam perdagangan pasar modal transaksi valas sering dijumpai baik
kegiatan perdagangan domestik atau internasional, transaksi valuta asing semua
mata uang bisa diperdagangkan di pasar valas, namun ada beberapa mata uang yang
populer dan menjadi pengerak perekonomian dunia, mata uang tersebut yaitu USD
(Dollar, United State), EUR (Euro members), JPY (Jepang, Yen), GBP (Great
Britain, Pounsterling), CAD (Canada, Dollar), AUD (Australia, Dollar), simbol
mata uang selalu tiga digit, dua digit pertama adalah nama negara, dan digit
ketiga adalah nama mata negara uang mereka, misalnya: IDR (Indonesia, Rupiah).
Transaksi valuta dalam ekonomi Islam disebut dengan al-sharf ini menunjukan bahwa Islam
sudah mengenal ini dari ribuan tahun yang lalu, mengapa Islam dalam hal ini
juga mengatur terkait kegiatan pertukaran mata uang yang saat ini dikenal dengan
transaksi valas dan batasan-batasan hukum ekonomi syariah terutama dalam pasar
modal, tentu pasti akan ada perbedaan antara kegiatan pasar modal umum dan
pasar modal syariah, perlu adanya pengkajian terkait keduanya sebab di era
kemajuan teknologi dan informasi serta semakin mudahnya orang dari berbagi
latarbelakang dapat membuka rekening saham, dahulu hanya orang dengan kelebihan
modal saja dapat membuka rekening saham, sekarang hanya dengan minimal Rp.
100.000 sudah dapat ikut serta dalam pasar modal apalagi dengan mayoritas
muslim di Indonesia dan hukum ekonomi syariah juga tidak begitu lama
diperkenalkan di Indonesia terutama terkait transaksi valuta dalam pasar modal
syariah, sehingga ini yang menjadi latarbelakang mengapa perlunya mempelajari
dan mencari tahu terkait dengan transaksi valuta menurut hukum ekonomi syariah.
B.
Tujuan Pembahasan
Pembahasan dalam makalah ini untuk mengetahui secara
singkat transaksi valuta pada pasar modal syariah, dan mencari perbedaan antara
pasar modal dan pasar modal syariah serta hal-hal apa saja yang
melatarbelakangi keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002
Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF).
C.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu pasar modal dan pasar
modal syariah?
2.
Kenapa DSN MUI mengeluarkan
fatwa tentang jual beli mata uang (Al-Sharf)?
3.
Bagaimana transaksi valuta pada
pasar modal syariah?
D.
Metode Pembahasan
Pembahasan ini menggunakan metode dasar-dasar hukum perbankan
dan ekonomi hukum Islam dengan metode pendekatan konseptual terkait dengan
transaksi valuta pada pasar modal syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Ekonomi Dan Keuangan
Islam adalah agama universal yang dapat pula
dimengerti sebagai pandangan hidup, ritualitas dan syariah, agama dan negara,
intuisi serta aturan main, syariah mengandung kaidah-kaidah hukum dan aturan
tentang ritual ibadah serta muamlah untuk
membimbing manusia agar hidup layak, patuh kepada Allah SWT dan hidup bahagia
dengan ridha Allah SWT pada hari di mana keluarga dan harta sudah tidak
bermanfaat. Ini memberikan gambaran kepada manusia bahwa hidup berjalan selalu
sesuai dengan apa yang diperintahkan agama (halal dan haram) termasuk kegiatan
syariah dalam muamalah (bisnis dan
transaksi), seperti nabi melarang transaksi jual beli yang semu, adanya secara
jelas larangan tentang riba, ghoror dan maysir, bentuk larangan tersebut
merupakan koridor yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim baik individu
maupun kolektif.[1]
Kegiatan ekonomi saat ini seperti pendekatan
konvensional dibangun di atas pemahaman bahwa konsep economic man itu bersifat rasional dengan berbasis pada self interest atau kepentingan individu,
bahkan masyarakat didefinisikan sebagai kumpulan individu dengan orientasi dan
karakteristik yang serupa berorientasi pada dirinya (self interest), semua teori yang dibangun pun konsisten dengan
konsepsi economic man ini. Pandangan
Islam tentu ini kurang tepat, hal ini dikarenakan perbedaan manusia yang
digunakan dalam membangun teori-teori ekonomi, konsep Islamic man yang mengambil karakteristik nafsul muthmainnah berorientasi pada pencapaian falah-oriented person, konsep ini akan
mendorong manusia untuk memaksimalkan kemaslahatan melalui aktivitas ekonomi
yang diberlakukan. Dalam teori konsumsi konvensional tujuan akhir yang ingin
dicapai adalah maksimisasi tingkat kepuasan, jika dalam ekonomi syariah
orientasi konsumsi adalah dalam rangka memaksimalkan falah dan maslahah,
sehingga konsep yang muncul adalah bukan utility
maximization sebagaimana yang diajarkan pada teori konvensional, tetapi maslahah maximization, dengan konsep ini
maka manusia dalam melakukan kegiatan konsumsi tidak hanya berorientasi pada
dirinya, tapi juga berorientasi pada orang lain dan lingkungan sekitarnya,
input Islam dalam membangun teori-teori dalam ilmu ekonomi dan keuangan yang
sesuai dengan syariah.[2]
Keuangan Islam didefinisikan secara luas (kegiatan
keuangan yang dilakukan oleh umat manusia) sampa yang lebih spesifik (perbankan
bebas bunga) definisi yang umum digunakan adalah institusi keuangan Islam yang
tujuan dan aktivitasnya berdasarkan pada ajaran-ajaran Al-Quran dengan demikian
institusi tersebut berbeda dari institusi keuangan kebanyakan yang tidak
memiliki kekhususan seperti itu, definisi ini lebih jelas ketimbang dengan
definisi yang menyebutkan keuangan Islam sama dengan perbankan yang bebas bunga,
Di dalam sistem keuangan Islam bisa dipertimbangkan untuk mengadakan transaksi
dengan ataupun tanpa bunga bank, meskipun demikian harus berdasarkan pada
prinsip-prinsip Islam seperti; harus menghindari riba (yang bunganya meningkat terus secara tidak wajar) dan gharar (spekulasi, resiko,
ketidakpastian), harus berdasarkan prinsip halal (diperbolehkan secara agama)
dan secara umum harus berprinsip keadilan, norma-norma dan beretika agama.[3]
Seorang pedagang muslim dibenarkan mencari keuntungan,
tetapi dalam batas maksimal tanpa merugikan masyarakat, Islam tidak menganut
apa yang diajarkan dalam prinsip ekonomi barat (modal yang sedikit dengan
tujuan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi atau sebesar-besarnya), meskipun
tujuan perdagangan dalam Islam adalah untuk memperoleh keuntungan tetapi pada
prinsipnya aturan perdagangan dalam Islam telah memberikan batas-batas tertentu
dengan memperhatikan kemaslahatan pada masyarakat.[4] Realisasi dari konsep
syariah pada dasarnya sistem ekonomi atau perbankan syariah memiliki tiga ciri
yang mendasar, yaitu;[5]
1.
Prinsip keadilan
Transparan, jujur,
transaksi yang adil, persaingan yang sehat, dan perjanjian yang saling
menguntungkan.
2.
Menghindari kegiatan yang
dilarang
Larangan produk jasa dan
proses yang merugikan dan membahayakan, dan tidak menggunakan Sumber Daya Manusia
illegal dan secara tidak adil.
3.
Memperhatikan aspek kemanfaatan
Produktif dan tidak
sepekulan, menghindari penggunaan SDM yang tidak efisien, dan akses
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh SDM.
Ketiga ciri perbankan syariah yang demikian, tidak
hanya memfokuskan perhatian pada diri sendiri untuk menghindari bunga atau riba,
tetapi juga kebutuhan untuk menerapkan semua prinsip syariah dalam system
ekonomi secara seimbang, bagaimana juga dijelaskan dalam hukum syara tentang pengelolaan harta kekayaan
yang ada, inilah yang sesungguhnya dianggap oleh Islam sebagai masalah ekonomi
bagi suatu masyarakat. Atas dasar ini, maka asas-asas ekonomi Islam yang
digunakan untuk membangan system ekonomi berdiri di atas tiga asas
(fundamental) yaitu: bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk), pengelolaan (tasharruf) hak milik, serta distribusi
kekayaan di tengah masyarakat.[6]
B.
Definisi Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat untuk memperdagangkan
berbagai instrument jangka panjang, baik dalam bentuk modal maupun hutang,
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa pasar
modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Efek adalah surat berharga,
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda
bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas
Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Pasar
modal (capital market) adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek,[7] pasar modal sebagai wadah
untuk mencari dana bagi perusahaan dan wadah investasi bagi pemodal menyangkut
kepentingan banyak pihak.[8] Sedangkan bagi investor
dasar keinginan memberikan sebagian dananya kepada perusahaan dengan tujuan
untuk melipat gandakan dana yang dimilikinya melalui keuntungan yang akan
diperoleh dari penyertaan modal tersebut.[9]
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang
maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan
swasta, pasar modal memberikan berbagai alternatif untuk para investor selain
berbagai investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli tanah, asuransi,
emas dan sebagainya. Pasar modal merupakan penghubung antara investor (pihak
yang memiliki dana) dengan perusahaan (pihak yang memerlukan dana jangka
panjang) ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui
jangka panjang, seperti surat berharga yang meliputi surat pengakuan utang,
surat berharga komersial (commercial
paper), saham, obligasi, tanda bukti hutang, waran (warrant), dan right issue.
Pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana
dengan menjual hak kepemilikan perusahaan kepada masyarakat.[10]
Menurut Tjiptono
Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin
(2006:1) Pengertian Pasar modal (capital
market) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang
bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya,
pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain
(misalnya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi.
Menurut Suad
Husnan (2005:3) Arti Pasar modal yang
secara formal sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau
sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang
maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan
swasta.
Menurut Tandaellin
(2001:7) Pertama, definisi dalam arti luas adalah: Sistem keuangan yang
terorganisir, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang
keuangan, serta surat berharga. Kedua, definisi dalam arti menengah
adalah: Semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan
warkat-warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari satu tahun)
termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotek, dan
tabungan serta deposito berjangka. Ketiga, definisi dalam arti sempit
adalah: Tempat pasar terorganisir yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi
dengan memakai jasa dari makelar, komisioner dan para underwriter (penjamin).
Menurut Sunariyah
(2006:5) Pengertian pasar modal adalah tempat pertemuan antara penawaran dengan
permintaan surat berharga. Tempat dimana individu-individu atau badan usaha
yang mempunyai kelebihan dana (surplus
fund) melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten.
Menurut Irham (2011:34) Definisi
pasar modal adalah sebuah pasar tempat dana-dana modal seperti ekuitas dan
utang diperdagangkan. Menurut Fahmi
dan Hadi (2009:41) Pasar modal
adalah tempat berbagai pihak, khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil
penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau
memperkuat modal perusahaan. Menurut Martalena
dan Malinda (2011:2) Pasar modal
terdiri dari kata pasar dan modal, jadi pasar modal dapat didefinisikan sebagai
tempat bertemunya permintaan dan penawaran terhadap modal, baik bentuk ekuitas
maupun jangka panjang.
Secara mikro pasar modal merupakan alternatif sumber
pendanaan bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi dan diversifikasi
disamping perbankan dan lembaga keuangan bukan bank. Secara makro pasar modal
merupakan sumber pembiayaan alternatif bagi sektor riil, terutama untuk
investasi yang bersifatnya jangka panjang, demikian halnya di Indonesia pasar
modal merupakan instrument ekonomi yang akan memainkan peran sangat besar dalam
memajukan pertumbuhan perekonomian di masa mendatang.[11]
Pasar modal merupakan wahana investasi bagi masyarakat
termasuk pemodal menengah dan kecil, dalam rangka meningkatkan pemerataan,
yaitu pemerataan kesempatan untuk memiliki perusahaan publik dengan mendapatkan
deviden dan capital gain, sehingga dana masyarakat menjadi produktif. Hal ini
dikarenakan masyarakat merupakan salah satu sumber yang potensial dan mampu
menyediakan pendana dalam jumlah yang besar dalam kurun waktu panjang dan tidak
terbatas, dengan demikian tampaklah bahwa pasar modal dapat memainkan fungsi,
antara lain:
1.
Sarana untuk menghimpun dana
masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan yang produktf;
2.
Sumber pembiayaan yang mudah,
murah, cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional;
3.
Mendorong terciptanya
kesempatan berusaha sekaligus menciptakan kesempatan kerja;
4.
Mempertinggi efisiensi sumber
produksi, dan;
5.
Sebagai alternatif investasi
bagi investor.[12]
C.
Definisi Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang sesuai
dengan syariah Islam atau dengan kata lain instrumen yang digunakan berdasarkan
pada prinsip syariah dan mekanisme yang digunakan juga tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Sehingga kriteria dan efek syariah yang dapat diperdagangkan
menurut fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 adalah Efek Syariah mencakup Saham
Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan
Prinsip-prinsip Syariah.
1.
Saham Syariah adalah bukti
kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum
dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
2.
Obligasi Syariah adalah surat
berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
3.
Reksa Dana Syariah adalah Reksa
Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam
bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula
pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer
Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
4.
Efek Beragun Aset Syariah
adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang
portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat
berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan
aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh
pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara,
yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
5.
Surat berharga komersial
Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu
tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.[13]
Perbedaan mendasar antara pasar modal dan pasar-pasar
lainnya adalah terletak pada objek yang ditransaksikan, dalam pasar modal, yang
menjadi objek transaksi adalah saham, obligasi, dan berbagai instrument
derivatif lainnya seperti option,
warrant, right, dan sebagainya. Menurut Sofyan S. Harahap, kegiatan pasar modal berhubungan dengan
perdagangan surat berharga yang telah ditawarkan kepada umum, yang akan atau
telah diterbitkan oleh Emiten (perusahaan pengelola modal) sehubungan dengan
penanaman modal atau pinjaman uang dalam jangka menengah atau panjang, termasuk
instrument derivatifnya, sedangkan yang dimaksud dengan pasar modal syariah
adalah pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain:[14]
1.
Larangan terhadap setiap
transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan;
2.
Instrumen atau efek yang
diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal.
D.
Fatwa DSN tentang Pedoman Pasar Modal
Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang pasar modal
dijelaskan bahwa transaksi pasar modal yang diharamkan adalah setiap transaksi
yang ada unsur spekulasinya sebagaimana penjelasan fatwa di bawah ini:
1.
Pelaksanaan transaksi harus dilakukn
menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan
manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, masyir, risywah, maksiat, riba, dan kezaliman.
2.
Transaksi yang mengandung unsur
di atas meliputi:
a.
Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
b.
Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan
penjualan atas barang (efek Syariah) yang belum dimiliki (Short selling);
c.
Insider trading, yaitu memakai informasi
orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
menimbulkan informasi yang menyesatkan;
d.
Margin trading, yaitu melakukan
transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas
kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut;
e.
Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan
pembelian dan/atau pengumpulan suatu efek syariah untuk menyebabakan perubahan
harga efek syariah, dengan tujuan memengaruhi pihak lain; dan
f.
Transaksi-transaksi lain yang
mengandung unsur-unsur di atas. [15]
E.
Definisi Transaksi Valuta
Transaksi diartikan sebuah persetujuan jual beli
(dalam perdagangan) antara dua pihak,[16] jual beli (menurut BW)
adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual)
berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedang pihak yang
lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang
sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut, barang yang menjadi objek
perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan
wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si
pembeli, dengan demikian adalah sah menurut hukum. Unsur-unsur pokok “essentialia” perjanjian jual-beli
adalah barang dan harga, sesuai dengan asas “konsensualisme”
yang menjiwai hukum perjanjian BW perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan
pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga”, begitu kedua belah
pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli
yang sah.[17]
Menurut Hartono
Soerjopratiknjo, perjanjian jual-beli secara historis dan logis merupakan species dari genus perjanjian tukar menukar dimana salah satu prestasinya
terdiri atas sejumlah uang dalam arti alat pembayaran yang sah. Di dalam
KUHPerdata istilah “harga” memiliki makna netral, tetapi dari substansi Pasal
1457 KUHperdata, istilah harga tidak mungkin berarti lain daripada jumlah alat
pembayaran yang sah.[18]
Jual beli dalam Hukum Kontrak Islam dikenal dengan
istilah al-bay dalam makna generik
adalah penyerahan objek tertentu yang memiliki nilai hukum dalam arti
pertukaran sesuatu yang equivalen,
atau menurut mazhab Syafei penyerahan benda tertentu untuk selama-lamanya yang
dipertukarkan dengan harga tertentu, penyerahan barang tersebut merupakan consideration dalam bay, akibat hukum atas barang yang dijual beli adalah adanya
penyerahan hak milik atas barang yang dijual dari penjual kepada pembeli,
pertukaran yang equivalen adalah
antara benda dan harga dalam bentuk uang.[19] Definisi jual beli dapat
ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam jual beli, adalah;
1.
adanya para pihak, yaitu
penjual dan pembeli;
2.
ada barang yang ditransaksikan;
3.
ada harga, dan;
4.
ada pembayaran dalam bentuk
uang.
Di dalam hukum perjanjian
Islam, berkaitan perjanjian jual beli ini dikenal rukum perjanjian jual beli,
yaitu;
1.
pernyataan kehendak (sighah) mencakup adanya penawaran;
2.
para pihak (al’aqidan), yakni penjual dan pembeli,
dan;
3.
pokok perjanjian (mahall al’aqd), yakni barang dan harga
yang disebutkan dalam perjanjian jual beli tersebut.
Di sini pun secara konseptual tidak pada perbedaan
yang substansial antara jual beli dalam hukum Islam dan jual beli berdasarkan
KUHperdata secara historis dan logis jual beli bersumber dari perjanjian tukar
menukar sehingga sebagaimana dikatakan oleh Hartono Soerjopratiknjo jual beli adalah species dan genus perjanjian
tukar menukar.[20]
Valuta diistilahkan
suatu alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang ada di
bank pemerintah atau nilai uang, asing adalah mata uang yang digunakan dalam
perdagangan intrnational,[21] valuta asing juga dikenal
dengan valas, menurut Dahlan Siamat,
pasar valuta asing atau foreign exchange
market adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli
antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan
internasional, serta meminimalisir kemungkinan resiko kerugian akibat fluktuasi
kurs suatu mata uang. Salvatore
mendefenisikan bahwa pasar valuta asing adalah suatu pasar atau tempat
pertemuan individu, perusahaan, dan kalangan perbankan yang mengadakan
jual-beli mata uang dari berbagai negara, dari definisi-definisi yang dikemukakan
dapat dipahami bahwa pasar valuta asing atau bursa valas atau foreign exchange market merupakan tempat
berlansungnya suatu kegiatan yang khusus melakukan transaksi mata uang berbagai
negara untuk kepentingan hubungan antar negara atau internasional.[22]
Transaksi valuta asing dapat dilakukan oleh suatu
badan atau perusahaan atau secara perorangan dengan berbagai tujuan, dalam
setiap kali melakukan transaksi valuta asing, maka digunakan kurs (nilai tukar
dalam bentuk mata uang), nilai tukar ini dapat berubah sesuai kondisi dari
waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor, terjadinya fluktuasi pada
nilai tukar pada dasarnya tergantung pada kekuatan pasar yang mempengaruhi sisi
permintaan dan penawaran suatu valuta atau mata uang asing. Pergerakan nilai
tukar ini dipengaruhi faktor fundamental dan nonfundamental, adapun faktor
fundamental yaitu tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro seperti
pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor impor, dan sebagainya, sedangkan
faktor nonfundamental dapat berupa sentimen pasar terhadap perkembangan sosial
politik, faktor psikologi para pelaku pasar dalam membaca informasi dan
rumor-rumor yang berkembang.[23]
Transaksi Valuta dapat diartikan sebagai jual beli
mata uang baik itu dilakukan antara dua negara atau dalam satu negara dengan
objek berupa mata uang yang berbeda, jual beli valuta biasanya dilakukan dengan
tunai, dan keuntungan yang didapat dari hasil transaksi valuta dengan adanya
margin antara mata uang yang ditransaksikan.
F.
Karakter Transaksi Valuta
Jual beli valuta asing atau yang sering disebut forex trading, selain dimanfaatkan
sebagai investasi, juga untuk menunjang transaksi perdagangan internasional
(jasa pelayanan ekspor impor) seperti ekspor impor barang, jasa, atau modal antara
satu negara dan negara lain tidak akan terlepas dari kegiatan jual beli valuta
asing, kegiatan ini dilakukan guna memenuhi kepentingan perusahaan atau
perbankan, juga untuk kepentingan perseorangan dengan tujuan untuk mencari
keuntungan dari perbedaan kurs dan kepentingan lainnya. Transaksi jual beli
valuta asing terdiri dari;[24]
1.
Transaksi tunai (spot)
Transaksi tunai adalah transaksi jual beli valuta asing yang
penyerahan masing-masing valuta yang diperjualbelikan segera setelah penutupan
transaksi, secara konvensi dalam pelaksanaannya tanggal pembayaran yang
disetujui atau value date, yaitu
dalam dua hari berikutnya maksudnya penyerahan dapat dilakukan dalam waktu
selambat-lambatnya dua hari sejak tarjadi transaksi, juga dikenal transaksi
pada hari yang sama (value to day/TOD)
dan juga transaksi TOM yaitu (value
tomorrow) hari besoknya.[25]
2.
Transaksi berjangka (forward)
Transaksi berjangka adalah transaksi yang dilakukan antara
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya dengan penyerahannya dalam batas
waktu (maturity date)-nya
dilaksanakan pada suatu waktu tertentu yang akan datang, yakni setelah jangka waktu
lebih dari dua hari sejak transaksi, dengan demikian, apabila jatuh tempo dari
penyerahan valuta asing tersebut dapat lebih lama dengan ukuran yang genap (even dates), seperti 1 minggu, 2 bulan,
1 tahun, dan sebagainya sedangkan apabila ganjil disebut (odd dates), seperti 1 bulan, 6 hari, 2 bulan, 4 hari. Transaksi
berjangka merupakan suatu sarana sebagai usaha untuk menghindari atau
mengurangi resiko kerugian-kerugian dalam transaksi valuta asing, seperti untuk
pelunasan tagihan-tagihan/pembayaran dalam valuta yang berbeda, transaksi
seperti ini dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, bank devisa, nasabah, dan
pihak lainnya. Artinya, antara Bank Indonesia dan bank devisa, antara bank
devisa, dan antara pihak lainnya, seperti nasabah.[26]
Misalnya, ada dua pihak yang melakukan transaksi sejumlah
mata uang keduanya telah menetapkan nilai kurs pada saat dilakukan kontrak
(kurs forward tidak sama dengan kurs spot saat kontrak) akan tetapi
penyerahannya dilakukan enam bulan berikutnya tanpa memperhatikan kemungkinan
fluktuasi salah satu mata uang yang ditransaksikan tersebut dengan cara ini,
resiko kerugian karena fluktuasi mata uang dapat diperkecil. Manfaat seperti
ini sangat dirasakan oleh suatu perusahaan yang sedang melakukan ekspor atau
impor dengan pembayaran di masa yang akan datang.
3.
Transaksi barter (swap)
Transaksi barter menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/36/PBI/2005 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai, yaitu “Transaksi
swap adalah transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian/penjualan tunai
(spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan
secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan
kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan”.
Transaksi barter berupa kombinasi dari membeli dan menjual
dua mata uang secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kembali mata
uang yang sama secara tunai dan tunggak, yaitu pembelian dan penjualan suatu
mata uang terhadap mata uang lainnya yang dilakukan secara bersamaan atau
simultan dengan batas waktu yang berbeda. Jika diperhatikan hakikat dari barter
ini sebenarnya adalah tukar pakai sementara antara suatu mata uang dan mata
uang lainnya. Dalam transaksi barter, jumlah pembelian suatu mata uang selalu
sama dengan jumlah penjualannya. Kalaupun terjadi perubahan tingkat pertukaran
tunai dari mata uang yang terlibat dalam transaksi tunggak, tidak akan
mempengaruhi foreign exchange gain/loss sebagai
akibat dari transaksi barter karena barter berdasarkan pada perbedaan tingkat
bunga antara dua mata uang tang terlibat dalam transaksi tersebut.[27]
Transaksi seperti ini banyak dilakukan oleh bank, jika bank
tersebut mengalami kelebihan jenis suatu mata uang, misalnya bank ABC mengalami
kelebihan jenis mata uang yang disimpan oleh nasabah dalam bentuk deposito
valuta asing US $, sedangkan kredit yang diberikan mayoritas mata uang rupiah,
untuk melakukan keseimbangan bisa dilakukan transaksi barter atau transaksi
seperti ini bisa dilakukan oleh perorangan kepada bank.
4.
Transaksi Option
Option adalah merupakan kontrak untuk memperoleh hal dalam
rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.[28]
G.
Kegiatan Derivatif
Derivatif adalah sebuah kontrak atau perjanjian
penukaran pembayaran yang nilainnya diturunkan dari produk yang menjadi acuan
pokok atau juga disebut produk turunan (underlying
product), daripada memperdagangkan atau menukar secara fisik suatu asset,
pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset
atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang
menjadi pokok acuan. Derivatif digunakan oleh manajemen portofolio, perusahaan
dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang
mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku
bunga, nilai tukar valuta asing tanpa mempengaruhi posisi fisik produk yang
menjadi acuannya (underlying asset),
kegunaan utama dari deviratif ini adalah untuk mengalihkan risiko ataupun
mengambil suatu risiko tergantung apakah posisinya sebagai hedger (pelaku pelindung nilai) atau spekulator, bermacam-macam
rentang nilai antara aset acuan dan alternatif pembayaran menghasilkan beraneka
kontrak derivatif yang diperdagangkan di pasaran, jenis utama derivatif adalah
kontrak berjangka (futures), kontrak
serah (forward), option dan swap.[29]
H.
Fungsi Uang
Sistem ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai
alat tukar (medium of exchange),
standar harga (standard of value),
atau satuan hitung (unit of account),
dan penyimpanan kekayaan (store of value)
atau (store of wealth), uang sebagai
standar pembayaran tunda (standard of
deferred payment), namun hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang
hanya mengakui fungsi uang itu sebagai medium
of exchange dan unit of account,
sedangkan fungsi uang sebagai store of
value dan standard of deferred
payment masih diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam, berdasarkan definisi
uang yang dikemukakan, menurut ekonomi Islam uang itu berfungsi sebagai satuan
nilai atau standar ukuran harga (unit of
account), dan media pertukaran (medium
of exchange).
1.
Alat tukar (medium of exchange)
Uang adalah alat tukar menukar yang resmi (legal) dan diakui
oleh semua orang (adat kebiasaan) untuk kegiatan transaksi memperoleh barang
dan jasa, misalnya, seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi
kebutuhannya terhadap barang lain seperti sayur-mayur atau lauk-pauk ia cukup
menjual berasnya dengan menerima uang sebagai gantinya. Kemudia ia dapat
membeli sayur-mayur atau lauk-pauk yang ia butuhkan, fungsi uang sebagai alat
tukar dalam setiap kegiatan ekonomi dalam kehidupan modern ini menjadi sangat
penting, seseorang tidak dapat memproduksi setiap barang kebutuhannya
sehari-hari, karena keahlian manusia berbeda, Di sinilah uang memegang peranan
yang sangat penting agar manusia itu dapat memenuhi kebutuhan dengan mudah. [30]
2.
Standar harga (standard of
value), atau satuan hitung (unit of
account)
Ini merupakan fungsi uang yang terpenting adalah satuan
nilai atau standar ukurang harga dalam transaksi barang dan jasa dengan adanya
uang sebagai satuan nilai memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan
ekonomi masyarakat.
3.
Alat penyimpanan kekayaan (store
of value) atau (store of wealth)
Uang sebagai alat penyimpan kekayaan adalah bahwa orang yang
kadang mendapatkan uang tidak seluruhnya dikeluarkan dalam satu waktu, tetapi
disisihkan uantuk membeli barang atau jasa yang dibutuhkan pada waktu kemudian
hari, atau disimpan untuk hal-hal yang tidak terduga, karena motif yang
mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan uang disamping untuk transaksi
sehari-hari juga untuk berjaga-jaga dari kemungkinan-kemungkinan yang tak
terduga.
4.
Alat pembayaran tunda (standard
of deferred payment)
Para ahli ekonom sebagian berpendapat, bahwa uang adalah
unit ukuran dan standar untuk pembayaran tunda, misalnya transaksi terjadi pada
waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi uang diserahkan pada masa yang
akan datang, untuk itu dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk
menentukan harga.[31]
I.
Fungsi Uang Perspektif Ekonomi Islam
1.
Standar harga (standard of
value), atau satuan hitung (unit of
account)
Menurut Ibn Taimiyah
(1263-1328) fungsi uang adalah sebagai alat tukar nilai dan sebagai alat
pertukaran, secara khusus Ibn Taimiyah menyatakan uang itu sebagai atsman (harga) yakni alat ukur dari
nilai suatu benda, melalui uang suatu benda dapat dinilai, uang bukan ditujukan
untuk untuk dirinya sendiri. Imam Al-Ghazali berpendapat uang adalah
ibarat cermin, dalam arti uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat
menrefleksikan harga benda yang ada dihadapannya, dengan demikian, uang tidak
dibutuhkan untuk uang itu sendiri, karena uamg tidak mempunyai harga, tetapi ia
sebagai alat untuk menghargai semua barang.
2.
Alat penyimpanan kekayaan (store
of value) atau (store of wealth)
Menurut Mahmud Abu
Su’ud berpendapat bahwa uang sebagai penyimpan nilai kekayaan adalah ilusi
yang batil, karena uang tidak bisa dianggap sebagai komoditas layaknya
barang-barang pada umumnya, uang tidak sama sekali mengandung nilai pada
bendanya. Adnan at-Turkiman yang
mengkhawatirkan jika uang berfungsi sebagai penyimpan nilai kekayan akan
terjadi penimbunan uang karena sifat alamiah uang yang tahan lam memungkinkan
menyimpannya dalam waktu yang lama dan menahan peredarannya, namun Adnan tidak sependapat dengan Su’ud dalam hal meniadakan fungsi uang
sebagai penyimpan nilai kekayaan yang ditujukan untuk digunakan dalam proses
transaksi dagang pada masa yang akan datang.
Monzer Kahf
memberikan tanggapan terhadap meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan
ini menyatakan sebenarnya pelaku ekonomi memungkinkan memiliki waktu yang
sesuai untuk melakukan transaksinya, Muhamad
Zaki Syafi’i dalam menyikapi hal ini seperti yang dikutip Ahmad Hasan,
mencoba membedakan antara menyimpan uang dengan menumpuk uang. Menurutnya
menyimpan uang (menabung) dianjurkan, seperti apa yang lebih dari kebutuhan
setelah menunaikan hal Allah SWT adalah tabungan, sedangkan memendam uang
berarti mencegah untuk melaksanakan kewajiban (hak Allah SWT).
3.
Alat pembayaran tunda (standard
of deferred payment)
Menurut Ahmad Hasan
bahwa uang sebagai ukuran dan standar pembayaran tunda tidak bisa diterima,
jika yang dimaksud adalah menunda pembayaran harga, maka yang ditunda adalah
uang, jadi tidak tepat ungkapan bahwa uang adalah standar pembayaran tunda
karena fungsi ini merupakan pengulangan (tahsilul
hasil) terhadap fungsi uang sebagai standar nilai, uang adalah ukuran dan
standar harga komoditas dan jasa baik sifat tunai atau tunda, dalam hal ini, Muhammad Usman Syabir menjelaskan
karena nilai uang itu fluktuatif, tidak layak menjadi ukuran nilai pembayaran
tunda sehingga dia berpendapat, bahwa uang adalah standar ukuran nilai baik
tunai atau tunda.
4.
Alat tukar (medium of exchange)
Uang dalam perspektif ekonomi Islam hanya dua, yaitu uang
sebagai satuan nilai atau standar harga (unit
of account) dan alat tukar (medium of
exchange), karena tujuan dan sifat uang itu sendiri, sedangkan fungsi uang
dalam perspektif ekonomi modern atau konvensional, juga sama sebagai alat tukar
dan standar harga, tetapi ditambah lagi uang juga berfungsi sebagai alat
penyimpan kekayaan dan alat pembayaran tunda.[32]
J.
Putusan DSN MUI Terkait Akad Sharf
atau Valas
Harfiah dari sharf
adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual
beli, sharf adalah perjanjian jual
beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang asing
(valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis misalnya
(rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis misalnya (rupiah dengan dolar
atau sebaliknya), ulama fiqih mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang
sejenis maupun tidak sejenis, dalam literatur fiqih klasik, pembahasan ini
ditemukan dalam bentuk jual beli dinar, atau dirham dengan dirham atau dinar
dengan dirham.[33]
Penjelasan lain jual beli mata uang asing telah
dikenal dalam kajian fiqih klasik dengan akad sharf, ulama fiqih sepakat bahwa jual beli itu harus memenuhi dua
syarat yaitu mata uang yang berbeda (misalnya rupiah dengan dolar) dan
dilakukan secara tunai, meskipun tidak sama persis dalam istilah finansial, ini
disebut transaksi spot yang karena
alasan teknis pembayarannya dapat dilakukan dalam dua hari.[34] Kajian maqashid (tujuan untuk mencapai
kemaslahatan atau menghindari kemadharat) jika penyerahan valas dilakukan
maksimal dua hari berdasarkan uruf tujjar
(tradisi pelaku pasar) itu menunjukkan maslahat pasar yang diperbolehkan
karena teknis penyerahan valas ini tidak menunda serah teroma yang harus
dilakukan tunai, karena serah terima valas (taqabud/
perpindahan kepemilikan) sebagai muqtada akad sudah terjadi sejak akad.[35]
Penjelasan lainnya sharf adalah transaksi
pertukaran antara emas dengan perak jaman dahulu atau saat ini dikenal dengan pertukaran
valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik
atau dengan mata uang asing lainnya,
Bank Islam sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini,
dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam beberapa
hadits, antara lain:
1.
Harus tunai;
2.
Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak,
dan;
3.
Bila dipertukarkan mata uang yang sejenis harus dalam
jumlah/kualitas yang sejenis.
Seperti yang disebutkan
dalam beberapa hadis berikut:
Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud,
Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit,
Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir,
kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan
sejenis serta secara tunai, jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika
dilakukan secara tunai”.
“Kami
telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli
emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab,
Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah)
Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud,
Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: “(Jual-beli) emas dengan
perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai”.
“Janganlah
engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak
dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak
dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
“Nabi
melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali
seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengan perak sesuka kami,
dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.
Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi
s.a.w bersabda: Janganlah
kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan
sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali
sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain;
dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang
tunai.
Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid
bin Arqam: Rasulullah
saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: “Perjanjian dapat dilakukan
di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF), menjelaskan bahwa transaksi jual beli mata uang dengan tujuan
spekulasi itu diharamkan, tetapi transaksi mata uang itu masih diperbolehkan
sepanjang dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Tidak untuk spekulasi
(untung-untungan);
2.
Ada kebutuhan transaksi atau
untuk berjaga-jaga (simpanan);
3.
Apabila transaksi dilakukan
terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh);
4.
Apabila berlainan jenis maka
harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi
dilakukan dan secara tunai. [36]
K.
Batasan Dalam Transaksi Akad Al-Sharf
1.
Transaksi Spot
Transaksi
pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (cover the counter) atau penyerahan
paling lama dalam jangka waktu dua hari, hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sebangkan waktu dua hari dianggap
sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi
internasional.[37]
2.
Transaksi Forward
Transaksi
pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan
diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu
tahun. Hukumnya adalah haram, karena
harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal
harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (li al-hajah).
3.
Transaksi Swap
Kontrak
pembelian atau penjualan valas dengan harga spot
yang dikombinasikan dengan harga penjualan antara pembelian valas yang sama
dengan harga forward, hukumnnya haram, karena mengandung unsur
spekulasi (Maysir).
4.
Transaksi Option
Kontrak
untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak
harus dilakukan atas sejumlah unit valas asing pada harga dan jangka waktu atau
tanggal akhir tertentu, hukumnya haram
karena mengandung unsur spekulasi (maysir).
L.
Menurut Ulama Fikih Tentang (Al-Sharf)
1.
Penguasaan langsung mata uang
Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik
oleh pembeli maupun oleh penjual sebelum keduannya berpisah badan, penguasaan
itu dapat berbentuk penguasaan materil (uang) atau penguasaan secara hukum
(cek), menurut ahli fikih syarat ini dilakukan untuk menghindari riba an-nasi’ah (penambahan pada salah satu
alat tukar), apabila keduannya berpisah sebelum menguasai masing-masing uamg
penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka menurut mereka
akadnya batal karena syarat penguasaan terhadap objek transaksi sharf itu tidak terpenuhi.[38]
2.
Kualitas dan kuantitas valuta
Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari
jenis yang serupa, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang
sejenis yang kualitas dan kuantitasnya serupa, sekalipun model dari mata uang
itu berbeda.
3.
Syarat khiar yang dilarang
dan diperbolehkan
Sharf tidak boleh disyaratkan dalam akad adanya hak khiar syarat (khiar) bagi pembeli, yang dimaksud
dengan khiar syarat adalah hak pilih
bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah
selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu atau tidak melanjutkan jual
beli itu, yang syarat itu diperjualbelikan ketika berlangsungnya transaksi
terdahulu tersebut, alasannya untuk menghindari riba, juga karena hak khiar membuat hukum akad jual beli
menjadi belum tuntas. Berbeda halnya dengan khiar
ru’yah (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan jual beli ketika pembeli
telah melihat barang yang akan dibeli, sedangkan ketika akad berlangsung dan
belum melihat barang tersebut sama sekali) dan khiar ‘aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual beli
karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). [39]
4.
Penguasaan obyek akad harus tunai
Akad sharf tidak
boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling
dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf
penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai (harus dilakukan seketika
itu juga dan tidak boleh diutang, penulis) dan perbuatan saling menyerahkan itu
harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli
valuta itu berpisah badan, akibat hukumnya apabila salah satu pihak
mensyaratkan tenggang waktu, maka akad sharf
tersebut tidak sah, karena berarti terjadi penanggungan pemilikan dan
penguasaan objek akad sharf yang
saling dipertukarkan.[40]
5.
Hukum muwa’adah (saling
janji) dalam transaksi sharf
Muwa’adah adalah janji kedua belah pihak (saling janji) untuk melakukan
sesuatu pada masa yang akan datang, muwa’adah
dalam akad sharf berarti janji
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli valas pada masa yang
mendatang, dalam muwa’adah belum ada
ijab dan qabul serta belum terjadi transfer
of ownership kecuali saat penyerahan, berbeda dengan jual beli tidak tunai
(bai al muajjal) yang sudah ada ijab
dan qabul dan sedah ada serah terima (taqabudh/
tasallum taslim) terhadap harga dan barang ataupun salah satunya.[41]
Mayoritas ulama berpendapat bahwa muwa’adah itu diperbolehkan jika status janjinya tidak mengikat,
misalnya muwa’adah dalam akad sharf, maka kedua belah pihak tidak
wajib menjual atau membeli valas karena sifatnya tidak mengikat, alasan
pendapat ini adalah jika mawa’dah mengikat,
maka subtansi muwa’dah sama dengan
akad, jika subtansinya sama dengan akad, maka muwa’adah untuk jual beli valuta asing menjadi tidak boleh karena
saat muwa’adah telah terjadi
transaksi jual beli dengan penyerahan tidak tunai dan itu tidak diperbolehkan
karena termasuk riba al-yad,[42] kecuali dalam kondisi
darurat, seperti tuntutan peraturan pemerintah, maka boleh memberlakukan muwa’adah yang bersifat mengikat.
M.
Transaksi Valuta Dalam Pasar Modal Syariah
Transaksi valuta sejatinya tidak dilarang dalam hukum
ekonomi Islam selama kegiatan itu tidak keluar dari aturan-aturan hukum syariah
baik yang belum ditetapkan secara tertulis atau yang sudah ditetapkan tertulis
seperti:
1.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
2.
Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang pasar modal;
3.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002
Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF).
Secara normatif hukum
ekonomi Islam jual beli valuta yang dilakukan sekarang tidaklah berubah fungsi
dalam ekonomi Islam, karena al-sharf yang
juga dijadikan rujukan untuk menjalankan kegiatan perbankan syariah saat ini,
perbedaan antara al-sharf dan valuta
terletak pada hukum-hukumnya yang diberlakukan walaupun al-sharf merupakan kegiatan transaksi jual beli mata uang seperti
valas saat ini akan tetapi al-sharf tidak sebebas transaksi mata uang secara umum
yang banyak dilakukan pelaku-pelaku pasar modal saat ini, dalam al-sharf mengharuskan perdagangan mata
uang dengan tunai, ini bertujuan untuk menghindarikan dari kegiatan yang
bersifat gharar dan masyir, penyerahan selain harus tunai
juga dalam hal kualitas dan kuantitas harus sama terutama dalam hal transaksi
valas dengan jenis barang yang sama, justru merupakan satu hal yang tepat
ketika Ibn Taimiyah mensyaratkan harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan
uang, sebagai salah satu variasi jual beli al-sharf
juga tentu saja harus memenuhi
persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’ mutlak dan muqayyqdah, sebab agar jual beli itu terbentuk dan sah diperlukan
sejumlah syarat dengan adanya akad dan jual beli itu tidak saja ada dan
terbentuk melainkan juga sah secara hukum positif Indonesia.
Tabel. 1: Skema akad sharf dalam pasar modal
syariah

Sumber: www.ojk.go.id
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pertama: Transaksi valuta secara
umum menjalankan empat jenis kegiatan terkait dengan perdagangannya, seperti Transaksi
tunai (spot), Transaksi berjangka (forward),
Transaksi swap adalah transaksi
pertukaran dua valuta melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan
penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan
dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan, Option adalah merupakan kontrak untuk memperoleh hal dalam
rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu, selanjutnya dalam transaksi
al-sharf hanya membolehkan
transaksi dalam bentuk spot, dan
mengharamkan tiga bentuk transaksi lainnya yang ada pada valas secara umum.
Kedua: Kebijakan adanya putusan MUI terkait tentang transaksi mata uang
adalah untuk memberikan jalan atau prosedural transaksi valas yang benar
menurut hukum ekonomi Islam dan untuk membedakan transaksi valas secara umumnya
baik yang dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, dalam pasar modal atau antara
perbankan di Indonesia secara khususnya.
Ketiga: Transaksi
melibatkan valas pada pasar modal umum masih dapat dilakukan dan tidak
diharamkan sepanjang para pelaku pasar menerapkan keputusan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF) yang menjadi dasar hukum untuk
kegiatan valas menurut ekonomi Islam apalagi di dalam pasar modal syariah, hal
ini harus dan wajib untuk diterapkan dalam setiap kegiatan menyangkut transaksi
valas.
Saran
Bagi para pelaku
pasar modal khususnya Muslim alangkah baiknya menerapkan apa yang sudah diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW dalam setiap kegiatan perdagangannya, sebab Nabi dalam
berdagang selalu mendapatkan keuntungan, karena menerapkan secara konsisten apa
yang sudah diperintahkan oleh Allah SWT, walau hukum ekonomi Islam masih
menjadi sesuatu yang baru di Indonesia.
[5] H. Zainuddin Ali, Hukum
Perbankan Syariah, Cetakan Pertama, (Jakarta: Sinar Grafik Offset, 2008),
hlm. 20-21.
[6] M. Sholahuddin, Asas-Asas
Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. Raja Grafik Persada, 2007),
hlm. 32.
[7]
Sentanoe Kertonegoro, Pasar Uang Pasar
Modal, Cetakan Kedua, (Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1999), hlm.
6.
[8] Marzuki Usman, et. al, ABC
Pasar Modal Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: LPPI/IBI dan ISEI, 1990),
hlm. 10.
[9] Irfan Iskandar, Pengantar
Hukum Pasar Modal Bidang Kustodian, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. Anem Kosong
Anem, 2001), hlm. 5.
[10] http://www.contohsurat.co.id/2017/02/pasar-modal.html,
Akses 09 November 2017.
[13] http://scdc.binus.ac.id/financeclub/2017/08/apa-saja-instrumen-pasar-modal-syariah/,
Akses 09 November 2017.
[23]http://www.informasiahli.com/2017/10/pengertian-pasar-valuta-asing-fungsi-dan-jenis-transaksi-valas.html,
Akses 25 Oktober 2017.
[37] Muhammad Firdaus NH, et. al, Fatwa-Fatwa
(Ekonomi Syariah Kontemporer), Cetakan Pertama, (Jakarta: Renaisan Anggota
IKAPI, 2005), hlm. 72-73.
[42] Ibid., hlm. 204.
No comments:
Post a Comment