Sunday, 19 June 2022

TRANSAKSI MELIBATKAN VALUTAN PADA PASAR MODAL SYARIAH

Sumber : https://dnyalfian2017.blogspot.com/2018/09/transaksi-melibatkan-valutan-pada-pasar.html




A.   Latar Belakang
               Pasar valuta asing (bahasa Inggris: foreign exchange market, forex) atau disingkat valas merupakan suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasangan mata uang atau pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama 24 jam secara berkesinambungan. Transaksi valuta atau pada umumnya sering juga disebut dengan valas yang mempertukarkan mata uang yang berbeda seperti mata uang rupiah dengan mata uang dollar atau mata uang dari negara lain, dalam perdagangan pasar modal transaksi valas sering dijumpai baik kegiatan perdagangan domestik atau internasional, transaksi valuta asing semua mata uang bisa diperdagangkan di pasar valas, namun ada beberapa mata uang yang populer dan menjadi pengerak perekonomian dunia, mata uang tersebut yaitu USD (Dollar, United State), EUR (Euro members), JPY (Jepang, Yen), GBP (Great Britain, Pounsterling), CAD (Canada, Dollar), AUD (Australia, Dollar), simbol mata uang selalu tiga digit, dua digit pertama adalah nama negara, dan digit ketiga adalah nama mata negara uang mereka, misalnya: IDR (Indonesia, Rupiah).
               Transaksi valuta dalam ekonomi Islam disebut dengan al-sharf ini menunjukan bahwa Islam sudah mengenal ini dari ribuan tahun yang lalu, mengapa Islam dalam hal ini juga mengatur terkait kegiatan pertukaran mata uang yang saat ini dikenal dengan transaksi valas dan batasan-batasan hukum ekonomi syariah terutama dalam pasar modal, tentu pasti akan ada perbedaan antara kegiatan pasar modal umum dan pasar modal syariah, perlu adanya pengkajian terkait keduanya sebab di era kemajuan teknologi dan informasi serta semakin mudahnya orang dari berbagi latarbelakang dapat membuka rekening saham, dahulu hanya orang dengan kelebihan modal saja dapat membuka rekening saham, sekarang hanya dengan minimal Rp. 100.000 sudah dapat ikut serta dalam pasar modal apalagi dengan mayoritas muslim di Indonesia dan hukum ekonomi syariah juga tidak begitu lama diperkenalkan di Indonesia terutama terkait transaksi valuta dalam pasar modal syariah, sehingga ini yang menjadi latarbelakang mengapa perlunya mempelajari dan mencari tahu terkait dengan transaksi valuta menurut hukum ekonomi syariah.
B.    Tujuan Pembahasan
               Pembahasan dalam makalah ini untuk mengetahui secara singkat transaksi valuta pada pasar modal syariah, dan mencari perbedaan antara pasar modal dan pasar modal syariah serta hal-hal apa saja yang melatarbelakangi keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF).
C.   Rumusan Masalah
1.     Apa itu pasar modal dan pasar modal syariah?
2.     Kenapa DSN MUI mengeluarkan fatwa tentang jual beli mata uang (Al-Sharf)?
3.     Bagaimana transaksi valuta pada pasar modal syariah?
D.   Metode Pembahasan
               Pembahasan ini menggunakan metode dasar-dasar hukum perbankan dan ekonomi hukum Islam dengan metode pendekatan konseptual terkait dengan transaksi valuta pada pasar modal syariah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Ekonomi Dan Keuangan
               Islam adalah agama universal yang dapat pula dimengerti sebagai pandangan hidup, ritualitas dan syariah, agama dan negara, intuisi serta aturan main, syariah mengandung kaidah-kaidah hukum dan aturan tentang ritual ibadah serta muamlah untuk membimbing manusia agar hidup layak, patuh kepada Allah SWT dan hidup bahagia dengan ridha Allah SWT pada hari di mana keluarga dan harta sudah tidak bermanfaat. Ini memberikan gambaran kepada manusia bahwa hidup berjalan selalu sesuai dengan apa yang diperintahkan agama (halal dan haram) termasuk kegiatan syariah dalam muamalah (bisnis dan transaksi), seperti nabi melarang transaksi jual beli yang semu, adanya secara jelas larangan tentang riba, ghoror dan maysir, bentuk larangan tersebut merupakan koridor yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim baik individu maupun kolektif.[1]
               Kegiatan ekonomi saat ini seperti pendekatan konvensional dibangun di atas pemahaman bahwa konsep economic man itu bersifat rasional dengan berbasis pada self interest atau kepentingan individu, bahkan masyarakat didefinisikan sebagai kumpulan individu dengan orientasi dan karakteristik yang serupa berorientasi pada dirinya (self interest), semua teori yang dibangun pun konsisten dengan konsepsi economic man ini. Pandangan Islam tentu ini kurang tepat, hal ini dikarenakan perbedaan manusia yang digunakan dalam membangun teori-teori ekonomi, konsep Islamic man yang mengambil karakteristik nafsul muthmainnah berorientasi pada pencapaian falah-oriented person, konsep ini akan mendorong manusia untuk memaksimalkan kemaslahatan melalui aktivitas ekonomi yang diberlakukan. Dalam teori konsumsi konvensional tujuan akhir yang ingin dicapai adalah maksimisasi tingkat kepuasan, jika dalam ekonomi syariah orientasi konsumsi adalah dalam rangka memaksimalkan falah dan maslahah, sehingga konsep yang muncul adalah bukan utility maximization sebagaimana yang diajarkan pada teori konvensional, tetapi maslahah maximization, dengan konsep ini maka manusia dalam melakukan kegiatan konsumsi tidak hanya berorientasi pada dirinya, tapi juga berorientasi pada orang lain dan lingkungan sekitarnya, input Islam dalam membangun teori-teori dalam ilmu ekonomi dan keuangan yang sesuai dengan syariah.[2]
               Keuangan Islam didefinisikan secara luas (kegiatan keuangan yang dilakukan oleh umat manusia) sampa yang lebih spesifik (perbankan bebas bunga) definisi yang umum digunakan adalah institusi keuangan Islam yang tujuan dan aktivitasnya berdasarkan pada ajaran-ajaran Al-Quran dengan demikian institusi tersebut berbeda dari institusi keuangan kebanyakan yang tidak memiliki kekhususan seperti itu, definisi ini lebih jelas ketimbang dengan definisi yang menyebutkan keuangan Islam sama dengan perbankan yang bebas bunga, Di dalam sistem keuangan Islam bisa dipertimbangkan untuk mengadakan transaksi dengan ataupun tanpa bunga bank, meskipun demikian harus berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam seperti; harus menghindari riba (yang bunganya meningkat terus secara tidak wajar) dan gharar (spekulasi, resiko, ketidakpastian), harus berdasarkan prinsip halal (diperbolehkan secara agama) dan secara umum harus berprinsip keadilan, norma-norma dan beretika agama.[3]
               Seorang pedagang muslim dibenarkan mencari keuntungan, tetapi dalam batas maksimal tanpa merugikan masyarakat, Islam tidak menganut apa yang diajarkan dalam prinsip ekonomi barat (modal yang sedikit dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi atau sebesar-besarnya), meskipun tujuan perdagangan dalam Islam adalah untuk memperoleh keuntungan tetapi pada prinsipnya aturan perdagangan dalam Islam telah memberikan batas-batas tertentu dengan memperhatikan kemaslahatan pada masyarakat.[4] Realisasi dari konsep syariah pada dasarnya sistem ekonomi atau perbankan syariah memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu;[5]
1.     Prinsip keadilan
Transparan, jujur, transaksi yang adil, persaingan yang sehat, dan perjanjian yang saling menguntungkan.
2.     Menghindari kegiatan yang dilarang
Larangan produk jasa dan proses yang merugikan dan membahayakan, dan tidak menggunakan Sumber Daya Manusia illegal dan secara tidak adil.
3.     Memperhatikan aspek kemanfaatan
Produktif dan tidak sepekulan, menghindari penggunaan SDM yang tidak efisien, dan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh SDM.
               Ketiga ciri perbankan syariah yang demikian, tidak hanya memfokuskan perhatian pada diri sendiri untuk menghindari bunga atau riba, tetapi juga kebutuhan untuk menerapkan semua prinsip syariah dalam system ekonomi secara seimbang, bagaimana juga dijelaskan dalam hukum syara tentang pengelolaan harta kekayaan yang ada, inilah yang sesungguhnya dianggap oleh Islam sebagai masalah ekonomi bagi suatu masyarakat. Atas dasar ini, maka asas-asas ekonomi Islam yang digunakan untuk membangan system ekonomi berdiri di atas tiga asas (fundamental) yaitu: bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk), pengelolaan (tasharruf) hak milik, serta distribusi kekayaan di tengah masyarakat.[6]
B.    Definisi Pasar Modal
               Pasar modal merupakan tempat untuk memperdagangkan berbagai instrument jangka panjang, baik dalam bentuk modal maupun hutang, dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Pasar modal (capital market) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek,[7] pasar modal sebagai wadah untuk mencari dana bagi perusahaan dan wadah investasi bagi pemodal menyangkut kepentingan banyak pihak.[8] Sedangkan bagi investor dasar keinginan memberikan sebagian dananya kepada perusahaan dengan tujuan untuk melipat gandakan dana yang dimilikinya melalui keuntungan yang akan diperoleh dari penyertaan modal tersebut.[9]
               Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta, pasar modal memberikan berbagai alternatif untuk para investor selain berbagai investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli tanah, asuransi, emas dan sebagainya. Pasar modal merupakan penghubung antara investor (pihak yang memiliki dana) dengan perusahaan (pihak yang memerlukan dana jangka panjang) ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang, seperti surat berharga yang meliputi surat pengakuan utang, surat berharga komersial (commercial paper), saham, obligasi, tanda bukti hutang, waran (warrant), dan right issue. Pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikan perusahaan kepada masyarakat.[10]
               Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2006:1) Pengertian Pasar modal (capital market) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya, pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi.
               Menurut Suad Husnan (2005:3) Arti Pasar modal yang  secara formal sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
               Menurut Tandaellin (2001:7) Pertama, definisi dalam arti luas adalah: Sistem keuangan yang terorganisir, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan, serta surat berharga. Kedua, definisi dalam arti menengah adalah: Semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari satu tahun) termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotek, dan tabungan serta deposito berjangka. Ketiga, definisi dalam arti sempit adalah: Tempat pasar terorganisir yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan memakai jasa dari makelar, komisioner dan para underwriter (penjamin).
               Menurut Sunariyah (2006:5) Pengertian pasar modal adalah tempat pertemuan antara penawaran dengan permintaan surat berharga. Tempat dimana individu-individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana (surplus fund) melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten. Menurut Irham (2011:34) Definisi pasar modal adalah sebuah pasar tempat dana-dana modal seperti ekuitas dan utang diperdagangkan. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41) Pasar modal adalah tempat berbagai pihak, khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau memperkuat modal perusahaan. Menurut Martalena dan Malinda (2011:2) Pasar modal terdiri dari kata pasar dan modal, jadi pasar modal dapat didefinisikan sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran terhadap modal, baik bentuk ekuitas maupun jangka panjang.
               Secara mikro pasar modal merupakan alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi dan diversifikasi disamping perbankan dan lembaga keuangan bukan bank. Secara makro pasar modal merupakan sumber pembiayaan alternatif bagi sektor riil, terutama untuk investasi yang bersifatnya jangka panjang, demikian halnya di Indonesia pasar modal merupakan instrument ekonomi yang akan memainkan peran sangat besar dalam memajukan pertumbuhan perekonomian di masa mendatang.[11]
               Pasar modal merupakan wahana investasi bagi masyarakat termasuk pemodal menengah dan kecil, dalam rangka meningkatkan pemerataan, yaitu pemerataan kesempatan untuk memiliki perusahaan publik dengan mendapatkan deviden dan capital gain, sehingga dana masyarakat menjadi produktif. Hal ini dikarenakan masyarakat merupakan salah satu sumber yang potensial dan mampu menyediakan pendana dalam jumlah yang besar dalam kurun waktu panjang dan tidak terbatas, dengan demikian tampaklah bahwa pasar modal dapat memainkan fungsi, antara lain:
1.     Sarana untuk menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan yang produktf;
2.     Sumber pembiayaan yang mudah, murah, cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional;
3.     Mendorong terciptanya kesempatan berusaha sekaligus menciptakan kesempatan kerja;
4.     Mempertinggi efisiensi sumber produksi, dan;
5.     Sebagai alternatif investasi bagi investor.[12]
C.   Definisi Pasar Modal Syariah
               Pasar modal syariah adalah pasar modal yang sesuai dengan syariah Islam atau dengan kata lain instrumen yang digunakan berdasarkan pada prinsip syariah dan mekanisme yang digunakan juga tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Sehingga kriteria dan efek syariah yang dapat diperdagangkan menurut fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 adalah Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
1.     Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
2.     Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
3.     Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
4.     Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
5.     Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.[13]
               Perbedaan mendasar antara pasar modal dan pasar-pasar lainnya adalah terletak pada objek yang ditransaksikan, dalam pasar modal, yang menjadi objek transaksi adalah saham, obligasi, dan berbagai instrument derivatif lainnya seperti option, warrant, right, dan sebagainya. Menurut Sofyan S. Harahap, kegiatan pasar modal berhubungan dengan perdagangan surat berharga yang telah ditawarkan kepada umum, yang akan atau telah diterbitkan oleh Emiten (perusahaan pengelola modal) sehubungan dengan penanaman modal atau pinjaman uang dalam jangka menengah atau panjang, termasuk instrument derivatifnya, sedangkan yang dimaksud dengan pasar modal syariah adalah pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:[14]

1.     Larangan terhadap setiap transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan;
2.     Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal.
D.   Fatwa DSN tentang Pedoman Pasar Modal
               Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang pasar modal dijelaskan bahwa transaksi pasar modal yang diharamkan adalah setiap transaksi yang ada unsur spekulasinya sebagaimana penjelasan fatwa di bawah ini:
1.     Pelaksanaan transaksi harus dilakukn menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, masyir, risywah, maksiat, riba, dan kezaliman.
2.     Transaksi yang mengandung unsur di atas meliputi:
a.     Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
b.     Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek Syariah) yang belum dimiliki (Short selling);
c.     Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang; menimbulkan informasi yang menyesatkan;
d.     Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut;
e.     Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian dan/atau pengumpulan suatu efek syariah untuk menyebabakan perubahan harga efek syariah, dengan tujuan memengaruhi pihak lain; dan
f.      Transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur di atas. [15]
E.    Definisi Transaksi Valuta
               Transaksi diartikan sebuah persetujuan jual beli (dalam perdagangan) antara dua pihak,[16] jual beli (menurut BW) adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut, barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli, dengan demikian adalah sah menurut hukum. Unsur-unsur pokok “essentialia” perjanjian jual-beli adalah barang dan harga, sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian BW perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga”, begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah.[17]
               Menurut Hartono Soerjopratiknjo, perjanjian jual-beli secara historis dan logis merupakan species dari genus perjanjian tukar menukar dimana salah satu prestasinya terdiri atas sejumlah uang dalam arti alat pembayaran yang sah. Di dalam KUHPerdata istilah “harga” memiliki makna netral, tetapi dari substansi Pasal 1457 KUHperdata, istilah harga tidak mungkin berarti lain daripada jumlah alat pembayaran yang sah.[18]
               Jual beli dalam Hukum Kontrak Islam dikenal dengan istilah al-bay dalam makna generik adalah penyerahan objek tertentu yang memiliki nilai hukum dalam arti pertukaran sesuatu yang equivalen, atau menurut mazhab Syafei penyerahan benda tertentu untuk selama-lamanya yang dipertukarkan dengan harga tertentu, penyerahan barang tersebut merupakan consideration dalam bay, akibat hukum atas barang yang dijual beli adalah adanya penyerahan hak milik atas barang yang dijual dari penjual kepada pembeli, pertukaran yang equivalen adalah antara benda dan harga dalam bentuk uang.[19] Definisi jual beli dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam jual beli, adalah;
1.     adanya para pihak, yaitu penjual dan pembeli;
2.     ada barang yang ditransaksikan;
3.     ada harga, dan;
4.     ada pembayaran dalam bentuk uang.
Di dalam hukum perjanjian Islam, berkaitan perjanjian jual beli ini dikenal rukum perjanjian jual beli, yaitu;
1.     pernyataan kehendak (sighah) mencakup adanya penawaran;
2.     para pihak (al’aqidan), yakni penjual dan pembeli, dan;
3.     pokok perjanjian (mahall al’aqd), yakni barang dan harga yang disebutkan dalam perjanjian jual beli tersebut.
               Di sini pun secara konseptual tidak pada perbedaan yang substansial antara jual beli dalam hukum Islam dan jual beli berdasarkan KUHperdata secara historis dan logis jual beli bersumber dari perjanjian tukar menukar sehingga sebagaimana dikatakan oleh Hartono Soerjopratiknjo jual beli adalah species dan genus perjanjian tukar menukar.[20]                      Valuta diistilahkan suatu alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang ada di bank pemerintah atau nilai uang, asing adalah mata uang yang digunakan dalam perdagangan intrnational,[21] valuta asing juga dikenal dengan valas, menurut Dahlan Siamat, pasar valuta asing atau foreign exchange market adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional, serta meminimalisir kemungkinan resiko kerugian akibat fluktuasi kurs suatu mata uang. Salvatore mendefenisikan bahwa pasar valuta asing adalah suatu pasar atau tempat pertemuan individu, perusahaan, dan kalangan perbankan yang mengadakan jual-beli mata uang dari berbagai negara, dari definisi-definisi yang dikemukakan dapat dipahami bahwa pasar valuta asing atau bursa valas atau foreign exchange market merupakan tempat berlansungnya suatu kegiatan yang khusus melakukan transaksi mata uang berbagai negara untuk kepentingan hubungan antar negara atau internasional.[22]
               Transaksi valuta asing dapat dilakukan oleh suatu badan atau perusahaan atau secara perorangan dengan berbagai tujuan, dalam setiap kali melakukan transaksi valuta asing, maka digunakan kurs (nilai tukar dalam bentuk mata uang), nilai tukar ini dapat berubah sesuai kondisi dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor, terjadinya fluktuasi pada nilai tukar pada dasarnya tergantung pada kekuatan pasar yang mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran suatu valuta atau mata uang asing. Pergerakan nilai tukar ini dipengaruhi faktor fundamental dan nonfundamental, adapun faktor fundamental yaitu tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor impor, dan sebagainya, sedangkan faktor nonfundamental dapat berupa sentimen pasar terhadap perkembangan sosial politik, faktor psikologi para pelaku pasar dalam membaca informasi dan rumor-rumor yang berkembang.[23]
               Transaksi Valuta dapat diartikan sebagai jual beli mata uang baik itu dilakukan antara dua negara atau dalam satu negara dengan objek berupa mata uang yang berbeda, jual beli valuta biasanya dilakukan dengan tunai, dan keuntungan yang didapat dari hasil transaksi valuta dengan adanya margin antara mata uang yang ditransaksikan.
F.    Karakter Transaksi Valuta
               Jual beli valuta asing atau yang sering disebut forex trading, selain dimanfaatkan sebagai investasi, juga untuk menunjang transaksi perdagangan internasional (jasa pelayanan ekspor impor) seperti ekspor impor barang, jasa, atau modal antara satu negara dan negara lain tidak akan terlepas dari kegiatan jual beli valuta asing, kegiatan ini dilakukan guna memenuhi kepentingan perusahaan atau perbankan, juga untuk kepentingan perseorangan dengan tujuan untuk mencari keuntungan dari perbedaan kurs dan kepentingan lainnya. Transaksi jual beli valuta asing terdiri dari;[24]
1.     Transaksi tunai (spot)
         Transaksi tunai adalah transaksi jual beli valuta asing yang penyerahan masing-masing valuta yang diperjualbelikan segera setelah penutupan transaksi, secara konvensi dalam pelaksanaannya tanggal pembayaran yang disetujui atau value date, yaitu dalam dua hari berikutnya maksudnya penyerahan dapat dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya dua hari sejak tarjadi transaksi, juga dikenal transaksi pada hari yang sama (value to day/TOD) dan juga transaksi TOM yaitu (value tomorrow) hari besoknya.[25]

2.     Transaksi berjangka (forward)
         Transaksi berjangka adalah transaksi yang dilakukan antara suatu mata uang terhadap mata uang lainnya dengan penyerahannya dalam batas waktu (maturity date)-nya dilaksanakan pada suatu waktu tertentu yang akan datang, yakni setelah jangka waktu lebih dari dua hari sejak transaksi, dengan demikian, apabila jatuh tempo dari penyerahan valuta asing tersebut dapat lebih lama dengan ukuran yang genap (even dates), seperti 1 minggu, 2 bulan, 1 tahun, dan sebagainya sedangkan apabila ganjil disebut (odd dates), seperti 1 bulan, 6 hari, 2 bulan, 4 hari. Transaksi berjangka merupakan suatu sarana sebagai usaha untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian-kerugian dalam transaksi valuta asing, seperti untuk pelunasan tagihan-tagihan/pembayaran dalam valuta yang berbeda, transaksi seperti ini dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, bank devisa, nasabah, dan pihak lainnya. Artinya, antara Bank Indonesia dan bank devisa, antara bank devisa, dan antara pihak lainnya, seperti nasabah.[26]
         Misalnya, ada dua pihak yang melakukan transaksi sejumlah mata uang keduanya telah menetapkan nilai kurs pada saat dilakukan kontrak (kurs forward tidak sama dengan kurs spot saat kontrak) akan tetapi penyerahannya dilakukan enam bulan berikutnya tanpa memperhatikan kemungkinan fluktuasi salah satu mata uang yang ditransaksikan tersebut dengan cara ini, resiko kerugian karena fluktuasi mata uang dapat diperkecil. Manfaat seperti ini sangat dirasakan oleh suatu perusahaan yang sedang melakukan ekspor atau impor dengan pembayaran di masa yang akan datang.
3.     Transaksi barter (swap)
         Transaksi barter menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/36/PBI/2005 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai, yaitu “Transaksi swap adalah transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan”.
         Transaksi barter berupa kombinasi dari membeli dan menjual dua mata uang secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan tunggak, yaitu pembelian dan penjualan suatu mata uang terhadap mata uang lainnya yang dilakukan secara bersamaan atau simultan dengan batas waktu yang berbeda. Jika diperhatikan hakikat dari barter ini sebenarnya adalah tukar pakai sementara antara suatu mata uang dan mata uang lainnya. Dalam transaksi barter, jumlah pembelian suatu mata uang selalu sama dengan jumlah penjualannya. Kalaupun terjadi perubahan tingkat pertukaran tunai dari mata uang yang terlibat dalam transaksi tunggak, tidak akan mempengaruhi foreign exchange gain/loss sebagai akibat dari transaksi barter karena barter berdasarkan pada perbedaan tingkat bunga antara dua mata uang tang terlibat dalam transaksi tersebut.[27]
         Transaksi seperti ini banyak dilakukan oleh bank, jika bank tersebut mengalami kelebihan jenis suatu mata uang, misalnya bank ABC mengalami kelebihan jenis mata uang yang disimpan oleh nasabah dalam bentuk deposito valuta asing US $, sedangkan kredit yang diberikan mayoritas mata uang rupiah, untuk melakukan keseimbangan bisa dilakukan transaksi barter atau transaksi seperti ini bisa dilakukan oleh perorangan kepada bank.
4.     Transaksi Option
         Option adalah merupakan kontrak untuk memperoleh hal dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.[28]
G.   Kegiatan Derivatif
               Derivatif adalah sebuah kontrak atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainnya diturunkan dari produk yang menjadi acuan pokok atau juga disebut produk turunan (underlying product), daripada memperdagangkan atau menukar secara fisik suatu asset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi pokok acuan. Derivatif digunakan oleh manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing tanpa mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya (underlying asset), kegunaan utama dari deviratif ini adalah untuk mengalihkan risiko ataupun mengambil suatu risiko tergantung apakah posisinya sebagai hedger (pelaku pelindung nilai) atau spekulator, bermacam-macam rentang nilai antara aset acuan dan alternatif pembayaran menghasilkan beraneka kontrak derivatif yang diperdagangkan di pasaran, jenis utama derivatif adalah kontrak berjangka (futures), kontrak serah (forward), option dan swap.[29]
H.   Fungsi Uang
               Sistem ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange), standar harga (standard of value), atau satuan hitung (unit of account), dan penyimpanan kekayaan (store of value) atau (store of wealth), uang sebagai standar pembayaran tunda (standard of deferred payment), namun hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang hanya mengakui fungsi uang itu sebagai medium of exchange dan unit of account, sedangkan fungsi uang sebagai store of value dan standard of deferred payment masih diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam, berdasarkan definisi uang yang dikemukakan, menurut ekonomi Islam uang itu berfungsi sebagai satuan nilai atau standar ukuran harga (unit of account), dan media pertukaran (medium of exchange).
1.     Alat tukar (medium of exchange)
         Uang adalah alat tukar menukar yang resmi (legal) dan diakui oleh semua orang (adat kebiasaan) untuk kegiatan transaksi memperoleh barang dan jasa, misalnya, seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi kebutuhannya terhadap barang lain seperti sayur-mayur atau lauk-pauk ia cukup menjual berasnya dengan menerima uang sebagai gantinya. Kemudia ia dapat membeli sayur-mayur atau lauk-pauk yang ia butuhkan, fungsi uang sebagai alat tukar dalam setiap kegiatan ekonomi dalam kehidupan modern ini menjadi sangat penting, seseorang tidak dapat memproduksi setiap barang kebutuhannya sehari-hari, karena keahlian manusia berbeda, Di sinilah uang memegang peranan yang sangat penting agar manusia itu dapat memenuhi kebutuhan dengan mudah. [30]
2.     Standar harga (standard of value), atau satuan hitung (unit of account)
         Ini merupakan fungsi uang yang terpenting adalah satuan nilai atau standar ukurang harga dalam transaksi barang dan jasa dengan adanya uang sebagai satuan nilai memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
3.     Alat penyimpanan kekayaan (store of value) atau (store of wealth)
         Uang sebagai alat penyimpan kekayaan adalah bahwa orang yang kadang mendapatkan uang tidak seluruhnya dikeluarkan dalam satu waktu, tetapi disisihkan uantuk membeli barang atau jasa yang dibutuhkan pada waktu kemudian hari, atau disimpan untuk hal-hal yang tidak terduga, karena motif yang mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan uang disamping untuk transaksi sehari-hari juga untuk berjaga-jaga dari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga.
4.     Alat pembayaran tunda (standard of deferred payment)
         Para ahli ekonom sebagian berpendapat, bahwa uang adalah unit ukuran dan standar untuk pembayaran tunda, misalnya transaksi terjadi pada waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi uang diserahkan pada masa yang akan datang, untuk itu dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga.[31]
I.     Fungsi Uang Perspektif Ekonomi Islam
1.     Standar harga (standard of value), atau satuan hitung (unit of account)
         Menurut Ibn Taimiyah (1263-1328) fungsi uang adalah sebagai alat tukar nilai dan sebagai alat pertukaran, secara khusus Ibn Taimiyah menyatakan uang itu sebagai atsman (harga) yakni alat ukur dari nilai suatu benda, melalui uang suatu benda dapat dinilai, uang bukan ditujukan untuk untuk dirinya sendiri. Imam Al-Ghazali berpendapat uang adalah ibarat cermin, dalam arti uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat menrefleksikan harga benda yang ada dihadapannya, dengan demikian, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, karena uamg tidak mempunyai harga, tetapi ia sebagai alat untuk menghargai semua barang.

2.     Alat penyimpanan kekayaan (store of value) atau (store of wealth)
         Menurut Mahmud Abu Su’ud berpendapat bahwa uang sebagai penyimpan nilai kekayaan adalah ilusi yang batil, karena uang tidak bisa dianggap sebagai komoditas layaknya barang-barang pada umumnya, uang tidak sama sekali mengandung nilai pada bendanya. Adnan at-Turkiman yang mengkhawatirkan jika uang berfungsi sebagai penyimpan nilai kekayan akan terjadi penimbunan uang karena sifat alamiah uang yang tahan lam memungkinkan menyimpannya dalam waktu yang lama dan menahan peredarannya, namun Adnan tidak sependapat dengan Su’ud dalam hal meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan nilai kekayaan yang ditujukan untuk digunakan dalam proses transaksi dagang pada masa yang akan datang.
         Monzer Kahf memberikan tanggapan terhadap meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan ini menyatakan sebenarnya pelaku ekonomi memungkinkan memiliki waktu yang sesuai untuk melakukan transaksinya, Muhamad Zaki Syafi’i dalam menyikapi hal ini seperti yang dikutip Ahmad Hasan, mencoba membedakan antara menyimpan uang dengan menumpuk uang. Menurutnya menyimpan uang (menabung) dianjurkan, seperti apa yang lebih dari kebutuhan setelah menunaikan hal Allah SWT adalah tabungan, sedangkan memendam uang berarti mencegah untuk melaksanakan kewajiban (hak Allah SWT).
3.     Alat pembayaran tunda (standard of deferred payment)
         Menurut Ahmad Hasan bahwa uang sebagai ukuran dan standar pembayaran tunda tidak bisa diterima, jika yang dimaksud adalah menunda pembayaran harga, maka yang ditunda adalah uang, jadi tidak tepat ungkapan bahwa uang adalah standar pembayaran tunda karena fungsi ini merupakan pengulangan (tahsilul hasil) terhadap fungsi uang sebagai standar nilai, uang adalah ukuran dan standar harga komoditas dan jasa baik sifat tunai atau tunda, dalam hal ini, Muhammad Usman Syabir menjelaskan karena nilai uang itu fluktuatif, tidak layak menjadi ukuran nilai pembayaran tunda sehingga dia berpendapat, bahwa uang adalah standar ukuran nilai baik tunai atau tunda.


4.     Alat tukar (medium of exchange)
         Uang dalam perspektif ekonomi Islam hanya dua, yaitu uang sebagai satuan nilai atau standar harga (unit of account) dan alat tukar (medium of exchange), karena tujuan dan sifat uang itu sendiri, sedangkan fungsi uang dalam perspektif ekonomi modern atau konvensional, juga sama sebagai alat tukar dan standar harga, tetapi ditambah lagi uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan kekayaan dan alat pembayaran tunda.[32]
J.     Putusan DSN MUI Terkait Akad Sharf atau Valas
               Harfiah dari sharf adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli, sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis misalnya (rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis misalnya (rupiah dengan dolar atau sebaliknya), ulama fiqih mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis, dalam literatur fiqih klasik, pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli dinar, atau dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham.[33]
               Penjelasan lain jual beli mata uang asing telah dikenal dalam kajian fiqih klasik dengan akad sharf, ulama fiqih sepakat bahwa jual beli itu harus memenuhi dua syarat yaitu mata uang yang berbeda (misalnya rupiah dengan dolar) dan dilakukan secara tunai, meskipun tidak sama persis dalam istilah finansial, ini disebut transaksi spot yang karena alasan teknis pembayarannya dapat dilakukan dalam dua hari.[34] Kajian maqashid (tujuan untuk mencapai kemaslahatan atau menghindari kemadharat) jika penyerahan valas dilakukan maksimal dua hari berdasarkan uruf tujjar (tradisi pelaku pasar) itu menunjukkan maslahat pasar yang diperbolehkan karena teknis penyerahan valas ini tidak menunda serah teroma yang harus dilakukan tunai, karena serah terima valas (taqabud/ perpindahan kepemilikan) sebagai muqtada akad sudah terjadi sejak akad.[35]
               Penjelasan lainnya sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak jaman dahulu atau saat ini dikenal dengan pertukaran valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya, Bank Islam sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini, dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam beberapa hadits, antara lain:
1.     Harus tunai;
2.     Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak, dan;
3.     Bila dipertukarkan mata uang yang sejenis harus dalam jumlah/kualitas yang sejenis.
Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadis berikut:
               Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai, jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”.
               “Kami telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah)
               Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: “(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai”.
               “Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
               “Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengan perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.
               Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
               Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam: Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
               Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: “Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
               Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF), menjelaskan bahwa transaksi jual beli mata uang dengan tujuan spekulasi itu diharamkan, tetapi transaksi mata uang itu masih diperbolehkan sepanjang dengan ketentuan sebagai berikut:
1.     Tidak untuk spekulasi (untung-untungan);
2.     Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan);
3.     Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh);
4.     Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. [36]
K.   Batasan Dalam Transaksi Akad Al-Sharf
1.     Transaksi Spot
Transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (cover the counter) atau penyerahan paling lama dalam jangka waktu dua hari, hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sebangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.[37]
2.     Transaksi Forward
Transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (li al-hajah).
3.     Transaksi Swap
Kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan harga penjualan antara pembelian valas yang sama dengan harga forward, hukumnnya haram, karena mengandung unsur spekulasi (Maysir).
4.     Transaksi Option
Kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu, hukumnya haram karena mengandung unsur spekulasi (maysir).
L.    Menurut Ulama Fikih Tentang (Al-Sharf)
1.     Penguasaan langsung mata uang
         Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun oleh penjual sebelum keduannya berpisah badan, penguasaan itu dapat berbentuk penguasaan materil (uang) atau penguasaan secara hukum (cek), menurut ahli fikih syarat ini dilakukan untuk menghindari riba an-nasi’ah (penambahan pada salah satu alat tukar), apabila keduannya berpisah sebelum menguasai masing-masing uamg penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka menurut mereka akadnya batal karena syarat penguasaan terhadap objek transaksi sharf itu tidak terpenuhi.[38]
2.     Kualitas dan kuantitas valuta
         Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang serupa, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya serupa, sekalipun model dari mata uang itu berbeda.
3.     Syarat khiar yang dilarang dan diperbolehkan
         Sharf tidak boleh disyaratkan dalam akad adanya hak khiar syarat (khiar) bagi pembeli, yang dimaksud dengan khiar syarat adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat itu diperjualbelikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut, alasannya untuk menghindari riba, juga karena hak khiar membuat hukum akad jual beli menjadi belum tuntas. Berbeda halnya dengan khiar ru’yah (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan jual beli ketika pembeli telah melihat barang yang akan dibeli, sedangkan ketika akad berlangsung dan belum melihat barang tersebut sama sekali) dan khiar ‘aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual beli karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). [39]
4.     Penguasaan obyek akad harus tunai
         Akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh diutang, penulis) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah badan, akibat hukumnya apabila salah satu pihak mensyaratkan tenggang waktu, maka akad sharf tersebut tidak sah, karena berarti terjadi penanggungan pemilikan dan penguasaan objek akad sharf yang saling dipertukarkan.[40]
5.     Hukum muwa’adah (saling janji) dalam transaksi sharf
         Muwa’adah adalah janji kedua belah pihak (saling janji) untuk melakukan sesuatu pada masa yang akan datang, muwa’adah dalam akad sharf berarti janji kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli valas pada masa yang mendatang, dalam muwa’adah belum ada ijab dan qabul serta belum terjadi transfer of ownership kecuali saat penyerahan, berbeda dengan jual beli tidak tunai (bai al muajjal) yang sudah ada ijab dan qabul dan sedah ada serah terima (taqabudh/ tasallum taslim) terhadap harga dan barang ataupun salah satunya.[41]
         Mayoritas ulama berpendapat bahwa muwa’adah itu diperbolehkan jika status janjinya tidak mengikat, misalnya muwa’adah dalam akad sharf, maka kedua belah pihak tidak wajib menjual atau membeli valas karena sifatnya tidak mengikat, alasan pendapat ini adalah jika mawa’dah mengikat, maka subtansi muwa’dah sama dengan akad, jika subtansinya sama dengan akad, maka muwa’adah untuk jual beli valuta asing menjadi tidak boleh karena saat muwa’adah telah terjadi transaksi jual beli dengan penyerahan tidak tunai dan itu tidak diperbolehkan karena termasuk riba al-yad,[42] kecuali dalam kondisi darurat, seperti tuntutan peraturan pemerintah, maka boleh memberlakukan muwa’adah yang bersifat mengikat.
M.  Transaksi Valuta Dalam Pasar Modal Syariah
               Transaksi valuta sejatinya tidak dilarang dalam hukum ekonomi Islam selama kegiatan itu tidak keluar dari aturan-aturan hukum syariah baik yang belum ditetapkan secara tertulis atau yang sudah ditetapkan tertulis seperti:
1.     Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
2.     Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang pasar modal;
3.     Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF).
               Secara normatif hukum ekonomi Islam jual beli valuta yang dilakukan sekarang tidaklah berubah fungsi dalam ekonomi Islam, karena al-sharf yang juga dijadikan rujukan untuk menjalankan kegiatan perbankan syariah saat ini, perbedaan antara al-sharf dan valuta terletak pada hukum-hukumnya yang diberlakukan walaupun al-sharf merupakan kegiatan transaksi jual beli mata uang seperti valas saat ini akan tetapi al-sharf  tidak sebebas transaksi mata uang secara umum yang banyak dilakukan pelaku-pelaku pasar modal saat ini, dalam al-sharf mengharuskan perdagangan mata uang dengan tunai, ini bertujuan untuk menghindarikan dari kegiatan yang bersifat gharar dan masyir, penyerahan selain harus tunai juga dalam hal kualitas dan kuantitas harus sama terutama dalam hal transaksi valas dengan jenis barang yang sama, justru merupakan satu hal yang tepat ketika Ibn Taimiyah mensyaratkan harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uang, sebagai salah satu variasi jual beli al-sharf  juga tentu saja harus memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’ mutlak dan muqayyqdah, sebab agar jual beli itu terbentuk dan sah diperlukan sejumlah syarat dengan adanya akad dan jual beli itu tidak saja ada dan terbentuk melainkan juga sah secara hukum positif Indonesia.
Tabel. 1: Skema akad sharf  dalam pasar modal syariah
Sumber: www.ojk.go.id
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
               Pertama: Transaksi valuta secara umum menjalankan empat jenis kegiatan terkait dengan perdagangannya, seperti Transaksi tunai (spot), Transaksi berjangka (forward), Transaksi swap adalah transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan, Option adalah merupakan kontrak untuk memperoleh hal dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu, selanjutnya dalam transaksi al-sharf hanya membolehkan transaksi dalam bentuk spot, dan mengharamkan tiga bentuk transaksi lainnya yang ada pada valas secara umum.
               Kedua: Kebijakan adanya putusan MUI terkait tentang transaksi mata uang adalah untuk memberikan jalan atau prosedural transaksi valas yang benar menurut hukum ekonomi Islam dan untuk membedakan transaksi valas secara umumnya baik yang dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, dalam pasar modal atau antara perbankan di Indonesia secara khususnya.
               Ketiga:  Transaksi melibatkan valas pada pasar modal umum masih dapat dilakukan dan tidak diharamkan sepanjang para pelaku pasar menerapkan keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF) yang menjadi dasar hukum untuk kegiatan valas menurut ekonomi Islam apalagi di dalam pasar modal syariah, hal ini harus dan wajib untuk diterapkan dalam setiap kegiatan menyangkut transaksi valas.
Saran
               Bagi para pelaku pasar modal khususnya Muslim alangkah baiknya menerapkan apa yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam setiap kegiatan perdagangannya, sebab Nabi dalam berdagang selalu mendapatkan keuntungan, karena menerapkan secara konsisten apa yang sudah diperintahkan oleh Allah SWT, walau hukum ekonomi Islam masih menjadi sesuatu yang baru di Indonesia.



            [1] Faisal Badroen, et. al, Etika Bisnis Dalam Islam, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 169-172.
            [2] Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti, Ekonomi Pembangunan Syariah, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, (Jakarta: Rajawali Pres, 2016), hlm. 155-156.
            [3] Ibrahim Warde, Islamic Finance (Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global), Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 8-9.
            [4] Hulwati, Ekonomi Islam (Teori Dan Praktiknya Dalam Perdagangan Obligasi Syari’ah Di Pasar Modal Indonesia Dan Malaysia), Edisi Pertama, Cetakan Kedua, (Jakarta: Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang dan Ciputat Press Group, 2009), 29-30.
[5] H. Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Cetakan Pertama, (Jakarta: Sinar Grafik Offset, 2008), hlm. 20-21.
[6] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. Raja Grafik Persada, 2007), hlm. 32.
[7] Sentanoe Kertonegoro, Pasar Uang Pasar Modal, Cetakan Kedua, (Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1999), hlm. 6.
[8] Marzuki Usman, et. al, ABC Pasar Modal Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: LPPI/IBI dan ISEI, 1990), hlm. 10.
[9] Irfan Iskandar, Pengantar Hukum Pasar Modal Bidang Kustodian, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. Anem Kosong Anem, 2001), hlm. 5.
            [10] http://www.contohsurat.co.id/2017/02/pasar-modal.html, Akses 09 November 2017.
            [11] Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi Dan Ekonomi Islam (Dalam Perkembangan), Cetakan Pertama, (Jakarta: CV. Mandar Maju, 2002), hlm. 143.
            [12] Ibid., hlm. 144.
            [13] http://scdc.binus.ac.id/financeclub/2017/08/apa-saja-instrumen-pasar-modal-syariah/, Akses 09 November 2017.   
            [14] Muhammad Firdaus NH, et. al., Sistem Kerja (Pasar Modal Syariah), Cetakan Pertama, (Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005), hlm. 16-17.
            [15] Adiwarman A. Karim dan Oni Sahroni, Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah (Analisis Fikih dan Ekonomi), Cetakan Kedua, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 198-199.
            [16] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Kelima, Edisi Empat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 1484.
            [17] R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 1-2.
            [18] Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual Beli, (Yogyakarta: Seksi Notariat, FH UGM, 1982), hlm. 1. Dikutip dari Ridwan Khairandy, Perjanjian Jual Beli, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: FH UII Press, 2016), hlm. 3-4.
            [19] Ridwan Khairandy, Perjanjian Jual Beli, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: FH UII Press, 2016), hlm. 5-7.
            [20] Ibid.
            [21] Depdiknas, Op.cit, hlm. 1543.
            [22] Qusthoniah, Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam, Jurnal Syariah, Vol. 2, No. 1, (2014), hlm.11.
            [24] Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Cetakan Kelima, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 439.
            [25] Ibid., hlm. 440.
            [26] Ibid., hlm. 441.
            [27] Ibid., hlm. 442.
            [28] https://jurnalkeuangan.com/2017/03/17/jenis-jenis-transaksi-valas/.  Akses 19 Januari 2018.
            [29] Dewan Pengurus Nasional FORDEBI dan ADESY, Ekonomi Dan Bisnis Islam (Seri Konsep Dan Aplikasi Ekonomi Dan Bisnis Islam), Edisi Pertama, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hlm. 76.
            [30] Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori Dan Aplikasinya Pada Aktifitas Ekonomi, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 281.
            [31] Ibid., hlm. 282.
            [32] Ibid., hlm. 285.
            [33] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam (Dan Kedududnnya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia), Cetakan Kedua, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2005), hlm. 87-88.
            [34] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam (Suatu Kajian Kontemporer), Cetakan Pertama, (Jakarta: gema Insani Press, 2001), hlm. 132.
            [35] Oni Sahroni dan Adiwarman A. Karim, Maqashid Bisnis Dan Keuangan Islam (Sintesis Fikih Dan Ekonomi), Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hlm. 177.
            [36] Ibid., hlm. 197-198.
[37] Muhammad Firdaus NH, et. al, Fatwa-Fatwa (Ekonomi Syariah Kontemporer), Cetakan Pertama, (Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005), hlm. 72-73.
            [38] Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit, hlm. 89.
            [39] Ibid., hlm. 90.
            [40] Ibid., hlm. 91.
            [41] Oni Sahroni dan Adiwarman A. Karim, Op. cit, hlm. 203.
            [42] Ibid., hlm. 204.
 

No comments:

Post a Comment

LEIDEN IS LIJDEN: BELAJAR LEADERSHIP DARI KELUARGA KECIL IBRAHIM A.S

  Hisahito Rahmat Dakwansyah Ketika kita bicara kepemimpinan, pikiran kita sering melayang pada sosok yang memimpin negara, memenangi pepera...