SAAT ini
elektabitas dan popularitas Walikota Bekasi DR. H.Rahmat Effendi (HRE)
terus menanjak. Ketokohannya sudah pantas untuk digadang-gadang berkarir
politik di tingkat Jawa Barat. Selama ini perwakilan dari wilayah
Pantura dan Pakuan- Tarumanegara (Kota/Kab Bogor, Kota Depok, Kota/Kab
Bekasi dan Kab Karawang) selalu kalah ketika bertarung memperebutkan
Jabar 1. Sedangkan jumlah pemilih di daerah-daerah tersebut separuh dari
jumlah pemilih se- Provinsi Jabar. Tahapan Pilkada Jabar akan dihelat
pada tahun 2016 mendatang.
Pasca
Ketua DPD Partai Golkar Jabar, Irianto MS Syafiuddin (Yance) kalah dalam
Pilkada, seolah Golkar mulai kekurangan figur untuk didorong maju
memperebutkan Jabar 1 atau Jabar 2. Kisruh Partai Golkar sendiri mulai
mencapai kata sepakat untuk tetap bisa mengusung calon secara bersama
antara dua kubu. Golkar yang memiliki 16 kursi di DPRD Jabar
memungkinkan untuk mengusung calon pasangan sendiri.
HRE yang
akrab disapa Pepen yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi
dinobatkan tokoh terpopuler ke 4 se- Jabar setelah Ridwan Kamil
(Walikota Bandung), Bima Arya (Walikota Bogor) dan Nur Mahmudi (Walikota
Depok). Trend kemenangan Presiden Jokowi yang memulai karir politik
dari Walikota, Gubernur dan Presiden menjadikan rujukan para tokoh
kepala daerah harus yang keyang pengalaman kepemimpinan dan dimulai dari
bawah.
Untuk
menjajaki menjadi bakal calon gubernur bukanlah tanpa alasan pasca
periodesasi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan selesai. Saat Pilkada lalu pun
cenderung yang bertarung para tokoh nasional drop-dropan dari pusat.
Secara tidak langsung HRE mulai merambah ke Jabar dengan menjadi Ketua
Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) Prov Jabar. Saat ini
kekuatan partai tergantung pada figur yang diusung dan trend calon yang
berlatar belakang artis mulai memudar karena tidak berkorelasi langsung
dengan kepemimpinan.
Sementara
elektablitas tokoh-tokoh Jabar di diduduki para kepala daerah yang
dinilai bisa membawa perubahan memimpin daerahnya seperti Ridwal Kamil,
Bima Arya, Nur Mahmudi dan Rahmat Effendi. Realita ini harus menjadikan
partai-partai lebih realitis dalam mengusung pasangan calon bukan
sekedar memajukan para elit partai yang tidak memiliki nilai jual.
Namun
semua itu tergantung dari skenario partai-partai dalam memajukan
pasangan calon secara berkoalisi dan menurut kemauan syawat politik
pusat. Secara realita patokan hasil lembaga survey dalam mengukur
elektabilitas, popularitas bakal calon perlu menjadi rujukan untuk
menjaring bakal calon. Perlu keberanian partai untuk melakukan
penjajakan dan menakar koalisi yang harus dibangun. Terutama memenuhi
kreteria 10 aspek yaitu; integritas, intelektualitas, visioner,
leadership, pengalaman prestatif, keberaniaan, komunikasi publik,
aspiratif, responsif, penerimaan publik, dan penerimaan partai.
Dalam
pertarungan Pilkada Jabar tidak harus ‘parahyangan mindset’ namun sudah
harus melihat pengalaman kepemimpinan dalam mengurus daerah
masing-masing sehingga calon yang diusung tidak ujug-ujug atau
drop-dropan dari atas.
Saat ini
ketokohan Rahmat Effendi melejit bak meteor seiring Kota Bekasi sering
menjadi tranding topik berbagai media nasional mulai kasus bully, beras
plastik dan isu nasional lainnya. Kota Bekasi akan masuk pada tahapan
kedua Pilkada serentak tahun 2018. Untuk maju kembali sebagai Calon
Walikota masih memungkinkan karena jabatannya masih dihitung satu
periode sesuai UU RI No. 8 tahun 2015 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur,
bupati dan walikota menjadi undang-undang.
Dalam
ketentuan Pasal 7 terkait persyaratan calon pada huruf N yang berbunyi;
belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota selama 2
(dua) kali masa jabatan
dalam
jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota. Pada bab penjelasan tidak ada penjelasan sehingga tidak perlu
ditafsirkan kembali.
Rahmat
Effendi yang semula menjabat Wakil Walikota dianggkat menjadi Pelaksana
Tugas (Plt) Walikota tanggal 2 Mei 2011 sejak Walikota Mochtar Mohamad
resmi berstatus terdakwa. Setahun kemudian tepatnya 3 Mei 2012 Rahmat
Effendi diangkat secara resmi menjadi walikota definitif hingga 10 Maret
2013 atau tepatnya 11 bulan. Karena kurang dari 2,5 tahun atau separuh
masa jabatan maka tidak dihitung satu periodesasi. Hingga berakhir
jabatan walikota 10 Maret 2018 mendatang, Rahmat Effendi baru menjabat
satu periode sesuai hitungan.
Dalam
survey lembaga Bekasi Parliamentary Center (BPC) tingkat kepuasan
masyarakat terhadap kepemimpinan Rahmat Effendi sangat signifikan.
Sebanyak 74, 60 % responden mengaku puas dengan kepemimpinnnya tepat
memasuki 3 tahun menjabat walikota. Kepemimpinan Rahmat Effendi dinilai
oleh publik cenderung positif, meskipun untuk program populis seperti
layanan kesehatan dan pendidikan gratis dinilai masih negatif oleh
publik.
Survei
dilakukan sejak 6-16 Maret 2015. Penentuan respoden menggunakan teknik
multistage random sampling. Adapun aspek yang dievaluasi meliputi
kebijakan pendidikan, kesehatan, Kartu Bekasi Sehat (KBS), car free day,
pembangunan infrastruktur, pelayanan pemerintahan, persampahan
perkotaan, lalulintas/angkutan umum dan performance Walikota Rahmat
Effendi.
Konsentrasi
riset dilakukan di 6 kecamatan terpilih diantaranya, Bekasi Barat,
Timur, Utara dan Bekasi Selatan, Rawalumbu dan Pondok Gede. Jumlah
responden sebanyak 2.065 orang dengan margin of error 3 persen pada
tingkat kepercayaan 95 persen.
Jika
peruntungan maju ke Jabar tidak terealisasi, Rahmat Effendi yang masih
memungkinkan maju kembali sebagai walikota periode kedua sangat sulit
untuk ditandingi. Rival politik selama ini masih malu-malu untuk mencul
secara terang-terangan akan maju mencalonkan diri sebagai walikota
periode 2018- 2022. Pasangan PAS (Pepen-Ahmad Syaikhu) terlihat serasi
saling mengisi dan jauh dari isu pecah kongsi yang sering terjadi dalam
pasangan kepala daerah karena beda usungan partai. PAS sendiri masih
memungkinkan untuk tetap berpasangan dalam pilkada 2018 mendatang.
PDIP yang
memiliki 12 kursi sangat disayangkan minim figur lokal. Anim Imanuddin
Ketua DPC PDIP Kota Bekasi disayangkan tingkat elektabilitas dan
popularitasnya masih rendah padahal kendaraan politiknya sangat
signifikan. Dipastikan Anim yang pernah maju sebagai wakil walikota
pilkada lalu tetap akan menjajaki untuk bisa maju sebagai walikota. Daya
tawar PDIP yang sangat signifikan bisa saja mematok Anim untuk menyodok
menjadi calon wakil walikota dengan incumbent. Jika ini terjadi maka
pilihan itu lebih realitis dibanding mengusung pasangan internal sendiri
namun kecil peluang, kecuali mengimpor calon dari pusat yang sudah
populer.
Dinamika
kekuatan parpol di Kota Bekasi sangat dinamis sehingga dalam peta
perpolitikan 2018 mendatang sulit ditebak. PDIP yang memiliki 12 kursi
DPRD, P Golkar 8, PKS 7, Gerindra 6, PPP 4, Demokrat 4, PAN 4, Hanura 4
dan PKB 1 kursi seolah sentral kekuatan ada pada PDIP dan Golkar. Namun
kekuatan parpol tengah seperti PKS, Gerindra, PPP, Demokrat, PAN, Hanura
hampir sama sehingga sangat memungkinkan membangun koalisi bersama.
Memang
Pilkada Kota Bekasi masuk dalam tahapan Pilkada serentak tahap kedua
atau 2018. Pertengahan 2016 tahun depan dipastikan sudah ramai
penjajakan dan penjaringan bakal calon. Ada beberapa tokoh yang
dimungkinkan masih muncul untuk meraikan pertarungan seperti Sumiyati
Mochtar, Anim Imanuddin (PDIP), Luky Hakim (PAN/DPR RI), H. Solihin
(DPRD/ PPP), Ronni Hermawan (Demokrat), Siti Aisiyah (DPRD
Jabar/Golkar), Heri Koeswara (PKS), Dadang Mulyadi (birokrat/ Kemen-PAN)
dan beberapa nama kemungkinan drop-dropan dari pusat.
Hitung-hitungan
koalisi tak lebih lebih hanya untuk memajukan pasangan calon atau
memenuhi persyaratan. Figur personal dan tingkat kepopuleran serta
keterpilihan sangat mempengaruhi kemenangan calon dalam pilkada. Apalagi
figur Pepen yang terus populer sehingga sangat mudah membuat skema dan
skenario politik dalam situasi apapun.
Tapi apa
benar Rahmat Effendi yang sudah terjun di dunia politk dan menjabat
lebih 15 tahun sejak anggota DPRD, Ketua DPRD, Wakil Walikota serta
Walikota masih mau maju kembali. Sementara publik masih signifikan
mengharapkan kepemimpinannya dilanjutkan. Semua itu hanya Rahmat Effendi
yang tau jawabannya dan bagaimana endingnya nanti.(***)
Oleh; Didit Susio (Pemerhati Kebijakan dan Pelayanan Publik Bekasi)
No comments:
Post a Comment