Moment Walikota Bekasi Dr.Rahmat Effendi dinobatkan sebagai Bapak Toleransi
“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Presiden Soekarno)
Kutipan diatas sekali lagi (setelah sering dan berkali-kali) memaksa kita untuk mempertimbangkan partisipasi aktif pemuda dalam membangun masyarakat yang dicita-citakan para Bapak Bangsa kita. Dengan keaneka ragaman yang dimiliki bangsa ini, rasa aman dan damai menjadi sebuah impian yang mahal harganya. Keragaman ini menjadi harta yang begitu berharga apabila pemerintah dan masyarakatnya mampu mengelola keragaman tersebut dengan baik.
Situasi dan kondisi yang unik ini dimanfaatkan oleh sebagian pihak untuk memecah-belah keutuhan bangsa, dimulai dari gerakan-gerakan primordial yang berujung separatisme, hingga menjamurnya ideologi-ideologi yang mengancam keutuhan bangsa. Hal ini semakin diperburuk dengan sifat masyarakat Indonesia yang mudah sekali diprovokasi oleh isu-isu SARA terutama isu agama yang sifatnya fundamental pada tiap-tiap individu di masyarakat, misalnya konflik horizontal di Ambon dan Poso pasca reformasi.
Peristiwa berdarah yang terjadi di Ambon dan Poso agaknya menjadi warning tidak hanya bagi pemerintah daerah hingga pusat tetapi juga bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia terutama dalam penanganan masalah intoleransi. Begitu juga yang terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Hasil temuan Setara Institute tahun 2015 menunjukan bahwa Kota Bekasi termasuk daerah dengan tingkat intoleransi tertinggi setelah Kota Bogor akibat masalah-masalah umat beragama yang terus bermunculan dan tak kunjung usai. Misalnya kasus warga Kelurahan Jejalen yang menolak aktifitas peribadatan di HKBP Philadelphia, pembongkaran masjid Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Kecamatan Jatiasih, dan penolakan berdirinya Gereja Katolik St. Clara di Bekasi Utara oleh sekelompok masyarakat.
Peran pemuda dalam membangun masyarakat sangat diharapkan di Kota Bekasi khususnya sebagai agen-agen perubahan yang dapat membawa pengaruh agar terciptanya masyarakat yang harmonis. Gerakan pemuda dengan basis agama di Kota Bekasi telah banyak tumbuh dan berkembang misalnya Dewan Dakwah Indonesia, GP Ansor, Pemuda FPI, Orang Muda Katolik, Pemuda Kristen, Pemuda Hindu, dan lainnya dengan sedikit sekali komunikasi antar organisasi.
Gerakan atau organisasi yang ada seharusnya difasilitasi dan diberikan ruang komunikasi oleh pemerintah Kota Bekasi. Misalnya saja diadakan acara semacam deklarasi kerukunan antar pemuda lintas agama, pembinaan yang bertemakan pluralisme, kegiatan-kegiatan outdoor seperti camping bersama, olahraga, kemudian kerjasama membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum seperti toilet bersama, lapangan olahraga, mushala, dan lain-lain mengingat pengaruhya yang besar dalam rangka menjaga tali silaturahmi lintas agama.