Wednesday, 8 March 2017

Pemuda dan Kerukunan Umat Beragama di Kota Bekasi




Moment  Walikota Bekasi Dr.Rahmat Effendi dinobatkan sebagai Bapak Toleransi


“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”     (Presiden Soekarno)



Kutipan diatas sekali lagi (setelah sering dan berkali-kali) memaksa kita untuk mempertimbangkan partisipasi aktif pemuda dalam membangun masyarakat yang dicita-citakan para Bapak Bangsa kita. Dengan keaneka ragaman yang dimiliki bangsa ini, rasa aman dan damai menjadi sebuah impian yang mahal harganya. Keragaman ini menjadi harta yang begitu berharga apabila pemerintah dan masyarakatnya mampu mengelola keragaman tersebut dengan baik. 

Situasi dan kondisi yang unik ini dimanfaatkan oleh sebagian pihak untuk memecah-belah keutuhan bangsa, dimulai dari gerakan-gerakan primordial yang berujung separatisme, hingga menjamurnya ideologi-ideologi yang mengancam keutuhan bangsa. Hal ini semakin diperburuk dengan sifat masyarakat Indonesia yang mudah sekali diprovokasi oleh isu-isu SARA terutama isu agama yang sifatnya fundamental pada tiap-tiap individu di masyarakat, misalnya konflik horizontal di Ambon dan Poso pasca reformasi.

Peristiwa berdarah yang terjadi di Ambon dan Poso agaknya menjadi warning tidak hanya bagi pemerintah daerah hingga pusat tetapi juga bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia terutama dalam penanganan masalah intoleransi. Begitu juga yang terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Hasil temuan Setara Institute tahun 2015 menunjukan bahwa Kota Bekasi termasuk daerah dengan tingkat intoleransi tertinggi setelah Kota Bogor akibat masalah-masalah umat beragama yang terus bermunculan dan tak kunjung usai. Misalnya kasus warga Kelurahan Jejalen yang menolak aktifitas peribadatan di HKBP Philadelphia, pembongkaran masjid Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Kecamatan Jatiasih, dan penolakan berdirinya Gereja Katolik St. Clara di Bekasi Utara oleh sekelompok masyarakat.

Kota Bekasi sebagai daerah sub-urban penduduknya mencapai 2,3 juta jiwa, yang sebagian besar adalah masyarakat pendatang memiliki komposisi umat beragama yang dipresentasekan sebagai berikut: Islam 91%, Kristen Protestan 8,4%, Katolik 2,8%, Buddha 0,9%, Hindu 0,2%, Kong Hu Chu 0,1 % dan sisanya aliran kepercayaan. 

Dari berbagai kasus yang terjadi di daerah Bekasi menunjukan bahwa kesediaan masyarakat untuk menerima kehadiran kelompok minoritas masih sangat minim, terutama kesadaran masyarakat akan perlunya toleransi dan berbela rasa. Perlu dilakukan sebuah jalinan komunikasi antar umat beragama yang intensif dan berkelanjutan demi tumbuhnya rasa toleransi antar umat beragama di daerah Bekasi. Jalinan komunikasi yang diharapkan dapat meredam konflik antar umat beragama ini haruslah dilakukan oleh kaum muda sebagai penerus cikal bakal masyarakat Bekasi itu sendiri.

Peran pemuda dalam membangun masyarakat sangat diharapkan di Kota Bekasi khususnya sebagai agen-agen perubahan yang dapat membawa pengaruh agar terciptanya masyarakat yang harmonis. Gerakan pemuda dengan basis agama di Kota Bekasi telah banyak tumbuh dan berkembang misalnya Dewan Dakwah Indonesia, GP Ansor, Pemuda FPI, Orang Muda Katolik, Pemuda Kristen, Pemuda Hindu, dan lainnya dengan sedikit sekali komunikasi antar organisasi. 

Gerakan atau organisasi yang ada seharusnya difasilitasi dan diberikan ruang komunikasi oleh pemerintah Kota Bekasi. Misalnya saja diadakan acara semacam deklarasi kerukunan antar pemuda lintas agama, pembinaan yang bertemakan pluralisme, kegiatan-kegiatan outdoor seperti camping bersama, olahraga, kemudian kerjasama membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum seperti toilet bersama, lapangan olahraga, mushala, dan lain-lain mengingat pengaruhya yang besar dalam rangka menjaga tali silaturahmi lintas agama.

Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Kanwil Kementrian Agama Kota Bekasi tentang Tri Kerukunan Umat Beragama Kota Bekasi yaitu: pertama, menjalin kerukunan inter umat beragama; kedua, menjalin kerukunan antar umat beragama; dan ketiga, menjalin kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Dalam Tri Kerukunan yang disebutkan sebelumnya, kerukunan antar umat beragama yang kedua dapat dilakukan oleh pemuda yang masih memiliki nilai-nilai kepekaan sosial yang tinggi. 

Selain itu, pemuda adalah elemen masyarakat akar rumput yang mudah sekali disulut semangatnya uintuk dapat menghantarkan nilai-nilai pluralisme di masyarakat. Jadi bisa dikatakan, mengorganisir pemuda lintas agama di Kota Bekasi bukanlah suatu hal yang sulit untuk menjadi agen sosial dalam menebarkan benih-benih pluralisme di Kota Bekasi.

Peran serta permuda dalam membangun tali silaturahmi dalam masyarakat Kota Bekasi nantinya akan menjadi awal yang baru juga bagi kerukunan umat beragama di Kota Bekasi demi mewujudkan Kota Bekasi yang Ihsan. Indah, Harmonis, Sejahtera, Aman, dan Nyaman. Hal ini selaras dengan ucapan Presiden Soekarno dalam kutipan diatas yang menunjukan bahwa partisipasi pemuda memiliki pengaruh yang besar pada perubahan sosial. Sikap-sikap pluralitarian yang tumbuh pada pemuda di Kota Bekasi akan membawa daerah ini pada cita-cita bersama masyarakat yaitu hidup harmonis seperti semboyan negara kita yaitu Bhineka Tunggal Ika. (A. M. Dana Suherman)










Mau Hidup Bahagia Tapi Kenyataannya Tidak Bahagia


Banyak orang yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan harta atau kekayaan yang mereka inginkan. Tujuannya satu, agar hidup mereka bahagia. Tapi, apa kenyataannya? Kenyataannya, justru tidak begitu.
Dia justru tidak merasa bahagia sedikit pun. Bukan hanya satu orang, tapi banyak orang yang merasakan hal ini. Mungkin, orang di sekitar Anda salah satunya. Ya, seperti itulah manusia yang tidak pernah merasa bersyukur.
Memang, sifat dasarnya manusia saja yang jauh dari rasa cukup. Segalanya akan terasa kurang. Sudah dapat istri cantik, baik, dan pintar, masih saja main belakang. 
Orang banyak gituloh yang mencari harta, berjuang mati-matian mencarinya. Tujuannya ya satu, agar hidup bahagia. Tapi kenyataannya? Tidak begitu. Dia malah tidak bahagia sama sekali. Bukan hanya satu orang, tapi satu juga orang lebih demikian.
Dari depan kelihatan bikin ngiler. Wih … banyak rumah, banyak mobil, banyak TV, banyak Playstation, tapi … kok dia sakit-sakitan mulu ya? Atau dia stress mulu ya?
Ya … menurut gue sih, karena mereka….

  •  Merokok atau Konsumsi Alkohol, Biasa Hidup Orang Kaya
Banyak orang kaya yang pergi dugem, ajib-ajib-ajib, membuat suara musik yang widih, bikin stress gitu. Setelah itu, minum alkohol mas bro, tenang hidup dia. Melayang gitu deh. Iya melayang, kewarasannya juga melayang.
Ada juga yang merokok. Cara merokok orang miskin dan orang kaya beda banget. Kalau orang miskin, masih mikirin duit. Terkadang dihematin tuh rokoknya. Tapi orang kaya ogah demikian. Dia merokok banyak-banyak.
Akibatnya? Menjadi orang kaya sakit-sakitan
  • Menjadi Kikir
Harta banyak, nggak digunain, dibiarkan menumpuk, katanya investasi atau apalah itu. Terkadang dia menghamburkan uang untuk merusak kesehatan. Kenapa tidak diberikan kepada orang yang membutuhkan saja? Kan lebih bermanfaat daripada dia menggunakan yang nggak berguna.
Ya … orang yang membutuhkan melihat orang kaya kikir menjadi marah juga. Dalam benar mereka pasti menguruk orang demikian menjadi tidak bahagia. Orang miskin itu dikabulkan doanya loh, miskin yang benaran miskin ya dan dia dekat dengan Tuhan. Kan banyak orang miskin yang nggak benaran miskin, maksudnya anak sok kaya loh.
Apa sih salahnya berikan sedikit saja harta ke orang membutuhkan. Lebih bermanfaan dan membuat orang senang. Padahal kekayaannya nggak besar-besar amat tuh. Lebih kaya Bill Gates atau Raja Salman tuh. Mereka aja nggak kikir.
Kikir membuat hidup tidak bahagia sekaligus dikutuk orang.
  • Tidak Bersyukur
Sudah sifat dasarnya manusia jauh dari rasa cukup. Segalanya kurang. Sudah dapat istri cantik, baik, dan pintar segala hal, masih saja selingkuh. Alasannya macam-macam pula tuh. Ya … alasan utamanya, nggak cukup satu wanita.
Maka dari itu, bersyukur adalah tembok gede menghalangi rasa tidak cukup itu. Emang mau hidup mengejar harta melulu, rasanya tidak pernah cukup, alias diperbudak oleh harta?
Bersyukur adalah tembok bagi keinginan tidak cukup
Mau hidup bahagia? Mudah kok. Jaga kesehatan, jangan kikir, dan selalu bersyukur. Sudah itu saja. Jangan lupa berusaha juga dong mencari harta.

LEIDEN IS LIJDEN: BELAJAR LEADERSHIP DARI KELUARGA KECIL IBRAHIM A.S

  Hisahito Rahmat Dakwansyah Ketika kita bicara kepemimpinan, pikiran kita sering melayang pada sosok yang memimpin negara, memenangi pepera...