Friday, 18 September 2015

Hal Baik Perlu Dipoles



Semua hal baik, butuh diperjuangkan. Karena itu, jangan pernah mundur oleh halangan dan tantangan, sebab dengan “polesan” ujian dan cobaanlah, kita akan jadi pemenang sejati kehidupan.


Banyak orang yang mendambakan kesuksesan. Tapi, sering kali kurang menyadari, bahwa untuk mencapai kesuksesan, semua butuh proses, butuh waktu, dan butuh diperjuangkan. Hal ini mengingatkan saya pada pepatah Tiongkok Kuno yaitu Hǎo shì duō mó yang arti harfiahnya adalah “Hal baik perlu dipoles”.

Ada banyak contoh nyata di dunia bahwa apa yang menjadi baik, mahal, indah, semua pasti mengalami proses yang kadang sangat sulit. No pain, no gain adalah pepatah yang sangat pas untuk menggambarkan “polesan” yang diperlukan oleh setiap insan untuk bisa jadi sesuatu yang bernilai di kehidupan masing-masing orang.

Tembikar atau keramik yang sangat indah terbentuk dari proses dibakar dan dipoles bukan hanya sekali dua kali saja. Atau, lihat juga kristal kaca nan cantik. Jika melihat prosesnya, kristal itu dibentuk dengan dibakar, dibentuk, dibakar, dibentuk lagi, dibakar, dibentuk lagi, begitu seterusnya hingga diperoleh bentuk yang diinginkan. “Polesan” melalui bakaran dan bentukan yang kemudian ditimpa dengan pendinginan itulah yang membuat kristal nan cantik bisa menjadi kristal mahal yang punya nilai seni tinggi. Tanpa “penderitaan” dengan dibakar pada suhu sangat panas, ia hanya akan jadi kaca biasa yang kurang bernilai.

Polesan-polesan semacam inilah yang sebenarnya kerap kali akan kita temui sejak lahir hingga kematian menjemput. Coba ingat berapa kali kita terjatuh saat hendak belajar jalan. Kita juga sering kali berdarah kala ingin belajar sepeda. Saat remaja, dewasa, bekerja, hingga akhirnya tua dan meninggal, tak ada satu pun proses yang “mudah” yang kita jalani. Semua pasti mengalami “polesan” kesulitan dengan derajat penerimaannya masing-masing. Namun, kita bisa menjadikannya “mudah” saat kita justru menjadikan semua itu pembelajaran bagi kita. Sehingga, kita akan tumbuh jadi insan yang kuat dan mampu menjadi sosok yang dapat mengarungi berbagai ujian.

Saya sendiri mengalami banyak momen yang menjadi sarana “polesan” diri hingga menjadi seperti saat ini. Satu hal yang saya ingat adalah di masa kecil saya ketika hidup dalam kondisi kekurangan. Waktu itu, untuk mendapat air bersih guna diminum, kami harus menunggu air menetes di atas jam 12 malam. Sebab, air bersih yang keluar dari saluran air tidak muncul di siang hari.

Saat itulah, sembari menunggu tetesan—bukan kucuran—air, agar sampai penuh satu ember saja butuh waktu satu jam lebih, adalah waktu yang sangat membosankan. Tapi, di sinilah komitmen kita diuji. Karena itu, di tengah waktu menunggu, saya memilih untuk memanfaatkan waktu untuk memoles diri. Kala itu di Malang, saat malam cuaca juga sangat dingin. Karena itu, guna mengusir rasa dingin dan kantuk, kungfu menjadi sarana olahraga yang saya rasa paling pas untuk dilakukan. Di sinilah, tanpa saya sadari, potensi dan kekuatan diri terus dipoles. Saat menghadapi penderitaan—karena harus menunggu air bersih—saya justru berkembang dari sisi kemampuan diri, utamanya kungfu. Hingga, akhirnya, kungfu ini jugalah yang menjadi salah satu sarana sukses saya mewujudkan impian menjadi aktor laga di Hongkong.

“Polesan” semacam itulah yang barangkali masing-masing orang punya kisah tersendiri. Dan, tergantung pada masing-masing orang jugalah, bagaimana ia menyikapi masa polesan itu. Ada yang memilih menggerutu, menyikapi dengan biasa-biasa saja, atau ada pula yang menjadikan itu sebagai sarana belajar yang bisa jadi bekal kehidupannya. Karena itu, semua tergantung pada diri kita, bagaimana akan menyikapi setiap hal yang kita temui.

Saya ingat sebuah kisah yang saya dengarkan turun-temurun, yakni kisah tentang kakek yang hendak memindahkan bukit.

Suatu ketika, seorang kakek bertekad untuk memindahkan bukit untuk memudahkan ia bercocok tanam dan mengaliri air untuk ladangnya. Namun, tekad itu justru dilecehkan oleh orang lain. Sebab, tindakan itu dianggap hanya akan menghabiskan waktu dan nyaris sia-sia. Namun, Sang Kakek tetap menjalankan kegiatannya.

Kakek itu bertekad, bahwa ia suatu saat pasti mampu mengerjakan itu semua, walaupun sendirian saja. Maka, hari demi hari, ia terus menggali dan menggali. Ia berusaha memindahkan secangkul demi secangkul tanah bukit itu. Tanpa terasa, hari, minggu, bulan, dan tahun berlalu. Ia yang terus giat menggali dan memindahkan tanah itu—meski pelan—sedikit demi sedikit mulai berhasil memindahkan sebagian bukit itu hingga ia lebih mudah mengaliri ladangnya dengan air.

Melihat itu, banyak orang tersadar. Bahwa yang dilakukan kakek itu benar dan bisa dijalankan. Maka, mereka pun berduyun-duyun mulai melakukan hal yang sama. Hingga, akhirnya pekerjaan itu pun berhasil dijalankan dengan waktu yang relatif lebih singkat.

Kisah itu menggambarkan, bahwa niat dan hal baik memang butuh diperjuangkan. Begitu juga dalam hidup kita. Mungkin saja, hari ini kita dilecehkan, dijatuhkan, diremehkan, atau disia-siakan dengan apa yang sedang kita perjuangkan. Tapi ingat, hǎo shì duō mó , hal baik perlu dipoles. Jika dilandasi dengan ketulusan, perjuangan yang terus kita lakukan, pasti akan memberikan hasil yang maksimal.

Kata Kata Bijak Soe Hok Gie..



  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Wednesday, 16 September 2015

Do’a Perempuan Tua

Pada suatu waktu di pulau Jawa, seorang perempuan tua yang sangat miskin tinggal di sebuah gubuk bambu dan jerami. la tidak memiliki apapun kecuali sebuah panci. Perempuan itu mengumpulkan kayu di hutan untuk dijual, begitulah ia menghidupi dirinya.
Suatu hari ia terbangun dan merasa sangat lemah, tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan bekerja. Hari sudah larut, matahari membakar panas di langit, tetapi ia mencoba bangun dan tertatih-tatih keluar mulai mencari kayu bakar.
Tidak lama kemudian ia tiba di sebuah dasar sungai yang kering. Di sana ia melihat sebuah genangan kecil, tiga ekor ikan berjuang untuk tetap hidup. Perempuan tua itu sangat gembira, ikan-ikan itu bisa menjadi makanan yang baik. Tetapi ketika ia membungkuk untuk memungut mereka, ia mendengar mereka berdoa. “Allah, tolong,” kata ikan terengah, “kirimlah hujan agar kami bisa hidup. Terpujilah Allah!”
Perempuan itu mengerenyit. Aneh betul mendengar ikan berdoa kepada Allah, selain itu, sungguh doa yang bodoh. Bagaimanapun juga, ini musim kering. Tetapi tepat pada saat itu juga, awan gelap berkumpul entah dari mana. Hujan deras mengguyur dasar sungai yang kering; genangan air berubah menjadi air yang mengalir, dan ikan-ikan itu berenang pergi!
Ketika melihat ini, perempuan itu memutuskan bahwa jika Allah menjawab doa ikan, maka ia juga akan menjawab doanya. la bergegas pulang, duduk di alas tikarnya, memejamkan mata dan mulai berdoa. “Allah, tolong, kirimi aku koin agar aku bisa membeli nasi. Aku berdoa kepadamu, Allah, tolong, jawablah doaku.”
Suaranya semakin teguh, doanya semakin saleh. “Aku sedang sekarat karena lapar, Allah. Tolong kirim aku koin.”
Sepanjang hari ia berdoa, tanpa henti, bahkan ketika matahari terbenam dan terbit kembali. Ketika berdoa, kata-katanya menjadi mantera, dan mantera itu semakin lama semakin keras sampai semua orang yang tinggal di dekatnya bisa mendengar kata-katanya.
Para tetangga takjub pada ketekunan perempuan tua itu, dan pada gilirannya membangkitkan ketekunan mereka juga. Tetapi seorang tetangga perempuan itu, seorang pedagang yang kaya, adalah seorang pria yang pelit. Ketika ia mendengar doa perempuan itu, ia merasa terganggu. Akhirnya ia mengetuk pintu perempuan tua dan berteriak, “Hentikan doamu. Tidakkah kamu lihat bahwa Allah tidak peduli padamu?”
Tetapi perempuan itu nyaris tidak mendengarnya, ia begitu tekun pada doanya, begitu teguh pada kepercayaannya bahwa Allah akan menjawab. Ini membuat pria itu marah. “Hentikan sekarang jugal” teriaknya. la memukul pintu, dan ketika tindakan itu juga tidak mempan, ia melempar batu ke gubuknya.
“Hentikan! Aku tidak tahan mendengar suaramu!” Tetapi perempuan tua itu terus berdoa, dari hari ke hari.
Di akhir minggu, tetangganya yang pedagang itu memutuskan apa yang akan ia lakukan. la mengisi sebuah karung besar dengan pecahan kaca, keramik, lilin-lilin bekas, paku karatan dan sampah. Kemudian ia memanjat ke atas gubuk perempuan tua, melubangi atap jerami dan menjatuhkan karung melalui lubang, ke atas kepala perempuan tua itu. Ketika karung itu menimpa kepalanya, perempuan tua itu jatuhpingsan, dan pedagang menarik nafas lega, karena pada akhirnya suaranya lenyap.
Esok paginya, perempuan tua terbangun, dan ketika membuka mata, ia melihat sebuah karung di sisinya. Di dalamnya ia menemukan ratusan koin emas.
“Allah telah menjawab doakul” teriaknya, dan sejak saat itu ia hidup nyaman, selalu menolong orang yang membutuhkan. la tahu bahwa setiap orang, kapanpun, bisa menjadi miskin dan membutuhkan, dan ia tidak menginginkan nasib ini jatuh pada siapapun.
Ketika pedagang mendengar berita ini, pada mulanya ia tidak percaya dan kemudian ia menjadi marah. la memutuskan bahwa ia harus lebih kaya. la memerintahkan pelayannya untuk mengisi karung dengan pecahan kaca, pecahan keramik dan segala sesuatu yang lain yang tidak terpakai yang bisa ia temukan. “Lebih bagus lagi,” kaca pedagang, “isi dua karung. Aku akan duduk dan berdoa selama seminggu. Di akhir minggu, aku ingin kamu menjatuhkan karung-karung ini melalui atap ke dalam rumahku.”
Lalu pedagang itu duduk di lantai, memejamkan mata dan berdoa, dengan cermat ia menyelaraskan kata-kata mantera yang sama seperti yang telah dikatakan oleh perempuan tua itu, dengan cermat ia mengatur suaranya agar mencapai surga, sama seperti suara perempuan tua itu.
Hanya ada satu perbedaan dalam doa mereka. Ketika perempuan tua itu berdoa, ia percaya Allah akan menjawab doa-doanya. Tetapi ketika pedagang itu berdoa, ia hanya memimpikan banyak benda yang bisa dibeli oleh kekayaannya. la membayangkan kain-kain yang indah, permata yang berkilauan, kuda-kuda yang kuat. Dan ia terus mengkhayal.
Di akhir minggu, pelayannya menjatuhkan dua karung batu dan sampah melalui sebuah lubang di atap. Karung-karung itu menimpa pedagang dan membuatnya pingsan, jadi ia berbaring tidak sadarkan diri semalaman.
Di pagi hari, ketika ia bangun, kepalanya berdenyut-denyut, ia segera membuka karung pertama. Bayangkan keterkejutannya ketika ia menemukan bahwa karung itu berisi bebatuan, sampah dan pecahan gelas. la segera meraih karung kedua dan membukanya. Karung itu juga penuh dengan sampah.
“Allah, apa yang telah engkau lakukan?” teriak pria itu. Berjam-jam ia hanya mengutuk Allah dan menangis. Ketika tetangga dan orang yang lewat mendengar kata-katanya, mereka menjadi marah. Meskipun ia pernah menjadi pedagang yang sukses, sekarang tidak seorangpun man membeli barang-barangnya. Dan segera saja ia jatuh miskin, semiskin perempuan tua itu dulu.
Orang-orang mengatakan bahwa akhirnya perempuan tua itulah yang menyelamatkannya, tetapi itu cerita untuk hari esok.
Kesimpulan : ” Doa yang dapat terkabul adalah doa yang disertai dengan keikhlasan dan ketulusan hati “.

7 Rahasia Mendidik Anak

1.Jika melihat anakmu menangis, jangan buang waktu untuk mendiamkannya. Coba tunjuk burung atau awan di atas langit agar ia melihatnya, ia akan terdiam. Karena psikologis manusia saat menangis, adalah menunduk.

2.Jika ingin anak-anakmu berhenti bermain, jangan berkata: “Ayo, sudah mainnya, stop sekarang!”. Tapi katakan kepada mereka: “Mainnya 5 menit lagi yaaa”. Kemudian ingatkan kembali: “Dua menit lagi yaaa”. Kemudian barulah katakan: “Ayo, waktu main sudah habis”. Mereka akan berhenti bermain.
3. Jika engkau berada di hadapan sekumpulan anak-anak dalam sebuah tempat, yang mereka berisik dan gaduh, dan engkau ingin memperingatkan mereka, maka katakanlah: “Ayoo.. Siapa yang mau mendengar cerita saya, angkat tangannya..”. Salah seorang akan mengangkat tangan, kemudian disusul dengan anak-anak yang lain, dan semuanya akan diam.
4.Katakan kepada anak-anak menjelang tidur: “Ayo tidur sayang.. besok pagi kan kita sholat subuh”, maka perhatian mereka akan selalu ke akhirat. Jangan berkata: “Ayo tidur, besok kan sekolah”, akhirnya mereka tidak sholat subuh karena perhatiannya adalah dunia.
5.Nikmati masa kecil anak-anakmu, karena waktu akan berlalu sangat cepat. Kepolosan dan kekanak-kanakan mereka tidak akan lama, ia akan menjadi kenangan. Bermainlah bersama mereka, tertawalah bersama mereka, becandalah bersama mereka. Jadilah anak kecil saat bersama mereka, ajarkan mereka dengan cara yang menyenangkan sambil bermain.
6.Tinggalkan HP sesaat kalau bisa, dan matikan juga TV. Jika ada teman yang menelpon, katakan: “Maaf saaay, saat ini aku sedang sibuk mendampingi anak-anak”. Semua ini tidak menyebabkan jatuhnya wibawamu, atau hilangnya kepribadianmu. Orang yang bijaksana tahu bagaimana cara menyeimbangkan segala sesuatu dan menguasai pendidikan anak.
7.Selain itu, jangan lupa berdoa dan bermohon kepada Allah, agar anak-anak kita menjadi perhiasan yang menyenangkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Tausyiah dr Ustdz Farid Ahmad” …

LEIDEN IS LIJDEN: BELAJAR LEADERSHIP DARI KELUARGA KECIL IBRAHIM A.S

  Hisahito Rahmat Dakwansyah Ketika kita bicara kepemimpinan, pikiran kita sering melayang pada sosok yang memimpin negara, memenangi pepera...