Monday, 25 August 2014

CEO Berusia 9 Tahun


Apa yang Anda pikirkan saat berusia 9 tahun? Mungkinkah cita-cita menjadi CEO sudah tertanam? Jika belum, inilah bocah luar biasa yang berhasil menjadi CEO di usia 9 tahun. Namanya Cory Nieves. Penampilannya nyentrik dengan rambut ikal yang tebal. Bersama sang ibu, ia melakukan eksperimen menarik di bidang kuliner, yakni membuat biskuit (cookie) dengan aneka rasa yang sangat menggoda lidah.

Toko kuenya yang diberi nama Mr. Cory’s Cookies, telah memulai debut pertamanya pada 2009. Ide berbisnis cookies memanglah tidak datang dengan sendirinya, Ia lebih dulu menjual minuman cokelat panas di sekitar perumahan tempat tinggalnya. Niatnya mulia, ingin mendapat penghasilan tambahan demi membantu sang ibu. Siapa disangka dari secangkir cokelat panas, bisnisnya terus berkembang hingga menjadi toko kue yang banyak digandrungi pembeli saat ini.

Pencapaian bocah laki-laki berusia 9 tahun ini sungguh melebihi ekspektasi umum seorang anak. Cory telah berhasil membelikan ibunya sebuah mobil, bahkan penghasilannya sudah cukup untuk investasi pendidikannya hingga berkuliah kelak.

Bagai seorang yang telah berpengalaman, Cory begitu meyakinkan ketika melakukan presentasi atas bisnisnya. “Presentasi dan penampilan memang sangat menunjang bisnis,” ucap Cory kepada awak media yang datang menemuinya. Ia juga penuh percaya diri menjual barang dagangannya dan bercita-cita mempelajari ilmu bisnis di bangku kuliah.

Seakan telah memahami dampak teknologi dan internet, Toko Kue Mr. Cory’s Cookies dan CEO mudanya Cory Nieves telah melakukan berbagai aktivitas via sosial media, serta melakukan pemasaran melalui website mrcoryscookies.com yang dikelola profesional.

Menaklukkan Harimau

Suatu kali di sebuah desa, ada seorang istri yang mengeluhkan perubahan sikap suaminya. Sang suami yang kembali dari perang membela kerajaan, kini berubah perangainya. Jika dulu penyabar dan sangat menyayangi istrinya, kini menjadi gampang marah, mudah tersinggung, dan bahkan sering mengeluarkan kata-kata kasar.

Awalnya, sang istri berusaha terus bersabar dengan kondisi tersebut. Ia yakin, suaminya suatu saat akan berubah kembali seperti semula. Namun, beberapa bulan berlalu, entah mengapa perangai suaminya tidak juga berubah. Sang istri nyaris putus asa, bahkan sudah berniat menyudahi pernikahan mereka. Beruntung, saat mengadukan masalahnya pada seorang sahabat dekat, ia mendapat informasi adanya seorang pertapa di gunung yang sangat sakti.

Demi kecintaan yang mendalam kepada suaminya, sang istri pun menempuh perjalanan cukup jauh untuk bertemu dengan sang pertapa.

“Wahai pertapa yang baik, aku punya masalah dengan suamiku yang berubah sifatnya setelah pergi menunaikan tugas membela kerajaan. Apakah Anda bisa membuatkan ramuan sakti, atau adakah cara lain untuk mengembalikan sifat kasih suamiku seperti dulu?”

Tampak sang pertapa berpikir sejenak. “Memang, ada banyak orang yang berubah sifat setelah usai berperang. Sebenarnya itu wajar, mengingat perang meninggalkan banyak korban dan kepedihan. Jangan khawatir, ada sebuah cara untuk itu. Hanya perlu satu syarat lagi, agar harapanmu bisa terkabulkan.”

“Apa itu?” tanya sang istri tak sabar. “Aku pasti akan segera memenuhinya.”
“Aku hanya butuh tiga lembar kumis harimau di hutan!” sebut sang pertapa yang membuat sang istri kaget.
“Bagaimana aku bisa mengambil kumis dari binatang buas itu?”
“Semua terserah padamu. Kamu yang butuh ramuan ini, lakukan perintahku ini. Jika tidak, ramuan ini tak akan bisa bekerja seperti yang kamu minta,” seru pertapa tegas.

Meski berat syarat yang diminta—karena begitu besar cintanya dan tak ingin keluarganya berantakan—si istri menurut. Maka, setelah tahu ke mana biasanya harimau bersarang di tengah hutan, dikumpulkan keberaniannya untuk mengamati sang harimau. Beberapa hari mengamati, si istri mendapat akal. Di sebuah pagi buta, sebelum harimau keluar dari sarangnya, ia menyiapkan nasi yang dilumuri kuah daging di depan sarang harimau. Pelan sekali ia melakukan itu. Tentu, dengan hati berdebar, ia tak ingin membuat harimau terbangun dan menerkamnya. Lantas, dari jauh, ia pun mengamati, apakah harimau itu mau makan makanan pemberiannya.

Ternyata, meski semula didiamkan, lama-lama makanan tersebut mulai dijilati harimau dengan lahap. Si istri senang, taktiknya berhasil. Maka, hari-hari berikutnya—meski tetap dengan ketakutan yang masih bersisa—ia terus memberikan mangkuk nasi dengan aroma kuah daging.

Beberapa bulan berlalu. Saat itu, keberaniannya mulai bertambah. Sang harimau pun seperti sudah akrab dengan kebiasaannya menyediakan mangkuk nasi aroma daging. Saat ia mendekati sarang harimau, derap kecil langkahnya mulai dikenali sang harimau. Sehingga, tak lama ia menaruh mangkuk, sang harimau segera datang memakan dengan lahap. Begitu seterusnya, hingga akhirnya, si istri mulai berani lebih dekat lagi dengan harimau yang terlihat lebih jinak.

Tak terasa, delapan bulan lamanya. Akhirnya si istri dan harimau kini benar-benar menjadi sahabat akrab. Si istri sering mengelus kepala harimau, dan sebaliknya, harimau kerap bermanja-manja dengan si istri. Saat itulah, si istri dengan kelembutannya memohon pada harimau untuk mau memberikan tiga helai kumisnya sebagai bagian dari ramuan untuk suaminya.

Tak lama kemudian, si istri datang kepada sang pertapa untuk memberikan tiga helai kumis harimau tersebut. Sang pertapa pun bertanya, apakah benar itu adalah kumis harimau hidup yang asli. “Ceritakan padaku bagaimana kamu bisa mendapatkan kumis itu?”

Si istri lantas berkisah, bagaimana selama delapan bulan terakhir, ia mencoba menaklukkan keganasan harimau. Dari awalnya sangat takut, pelan-pelan mencoba memberikan makanan, hingga akhirnya menjadikan harimau itu sebagai sahabat.

Sang pertapa lantas mengangguk-angguk senang. Namun tiba-tiba, tiga kumis harimau itu bukannya dibuat ramuan, tetapi malah dibuang ke perapian dan segera lenyap tak berbekas. Si istri terkejut sekali dengan tindakan sang pertapa. “Pak pertapa, mengapa melakukan itu…? Itu adalah kumis harimau yang aku dapat dengan perjuangan sangat berat…!” ratap si istri.

Friday, 22 August 2014

Kepedulian

Alkisah, pada suatu hari di sebuah sekolah, dalam sebulan minimal sekali, pasti diadakan pemeriksaan tas para siswa. Pihak sekolah menertibkan dan merazia barang-barang yang dianggap tidak mendukung kelancaran belajar mengajar di sekolah.

Semua ruangan kelas, tanpa terkecuali diperiksa satu persatu. Saat tim pemeriksa masuk ke dalam kelas terakhir, tiba-tiba ada seorang siswi yang tampak gelisah. Tangannya berkeringat dan wajahnya pun memerah. Padahal di kelas dia dikenal sebagai siswi yang rajin, baik, cerdas, walaupun sedikit pendiam dan terkesan pemalu. 

Siswi itu, tidak seperti biasanya, membawa tas yang ukurannya cukup besar. Ia mati-matian menjaga tasnya sambil memohon dengan terisak dan suara memelas, “Tolong, Pak, Bu. Jangan buka tas saya. Di dalam tidak ada benda yang melanggar peraturan. Sumpah. Please...” Dan seketika, hebohlah kelas itu. Mereka saling berpandangan sambil curiga, pasti ada sesuatu yang rahasia di balik tas itu. 

Menanggapi situasi tersebut, siswi itu pun dipanggil ke ruangan kepala sekolah. Dengan kepala tertunduk dan tas di pelukan, ia pun digelandang keluar kelas.  

Bersama semua tim pemeriksa, mereka ke ruang kepala sekolah. Setelah mendengarkan laporan dari tim pemeriksa, dengan lemah lembut kepala sekolah berkata, “Anakku, sebenarnya apa isi tas itu? Ibu tidak memaksa, hanya ingin kejujuranmu." Wajah cantik itu kembali memerah.

Dengan diam dan perlahan, siswi itu membuka dan mengeluarkan isi tasnya. Selain perlengkapan sekolah, tampak kue-kue kecil terbungkus rapi di dalam suatu kotak. “Maafkan saya Bu. Saya bukannya ingin membangkang perintah dengan tidak membuka tas, tetapi saya tidak berani menanggung malu di depan teman-teman sekelas. Kebetulan ini hari pertama saya berjualan kue, sepulang sekolah nanti, untuk membantu ekonomi keluarga. Ayah kami sedang sakit....” ujar remaja putri itu dengan nada lirih dan berlinang air mata.

Seisi ruangan itu tercekat. Mereka menyesali,  justru di lingkungan terdekat mereka, ada siswa yang berada dalam kondisi memerlukan bantuan, namun mereka tidak mengetahui apalagi membantunya.

“Nak, tidak perlu merasa malu untuk hal ini... justru kamu bisa menjadi teladan karena niat, usaha, dan kepedulianmu untuk membantu keluarga. Maafkan Ibu dan sekolah karena baru menyadari kondisimu ini,” ujar Ibu Kepala Sekolah.

Netter yang Luar Biasa,

Sesungguhnya, peduli dan niat untuk memberi, bukan karena kita telah kaya, punya harta berlebih, baru bisa peduli dan membantu orang lain.

Peduli dan memberi, terutama kepada orang-orang di sekeliling kita adalah sikap terpuji yang mendekatkan jarak antar manusia.Tak peduli seberapa kadarnya, entah banyak atau sedikit, kepedulian akan membawa dampak kebaikan pada lingkungan dan akan membukakan lebih banyak pintu sukses bagi si pemberi. 

Yang Sudah Berlalu Tak Perlu Disesali

Suatu ketika, ada seorang pemuda yang mendapat warisan dari orangtuanya. Karena tergolong keluarga sederhana, ia hanya mendapat sedikit uang dan beberapa buah buku. Sebelum meninggal, ayahnya berpesan, “Anakku, buku-buku ini adalah harta yang tak terhingga nilainya. Ayah berikan kepadamu, baca dan pelajarilah. Mudah-mudahan kelak  nasibmu bisa berubah lebih baik. Dan ini sedikit uang, pakailah untuk menyambung hidup dan bekerjalah dengan rajin untuk menghidupi dirimu sendiri.”

Tak berapa lama, uang yang ditinggalkan pun habis terpakai. Sejenak ia melongok buku-buku peninggalan ayahnya. Ia teringat pesan dari orangtuanya agar belajar dari buku tersebut. Karena malas, ia mengambil jalan pintas. Buku itu dijual kepada teman yang mau membeli karena kasihan. Sebagai gantinya, ia mendapatkan beras untuk makan sehari-hari.

Beberapa saat kemudian, si pemuda harus mulai bekerja kasar demi menyambung hidup. Yang membuatnya heran, teman yang dulu membeli bukunya, kini hidupnya kelihatan nyaman dan semakin maju. Karena penasaran ingin tahu, apa yang membuat teman tadi bisa berhasil hidupnya, dia mendatangi dan bertanya.

Meski sempat tidak mau membuka rahasia, setelah didesak dan kasihan melihat nasib si pemuda, akhirnya si teman terbuka. “Sebenarnya, aku sangat terbantu dengan buku yang kamu jual padaku. Dulu aku beli buku itu karena kasihan kepadamu. Kubiarkan saja berdebu di sudut kamar. Suatu hari, iseng karena ingin tahu, kubaca dan ternyata, wahh...isinya bagus sekali! Sebuah pelajaran hidup yang luar biasa.”

“Bukan itu saja,” sambung temannya. “Di dalam buku itu terselip pesan, agar si pembaca setelah menguasai isi buku tersebut mau praktik dengan sungguh-sungguh. Sungguh, aku beruntung aku mendapat buku itu darimu. Lihat, hidupku jadi berubah. Sebenarnya, dari mana buku-bukumu itu berasal?”

Mendengar cerita temannya itu, si pemuda sangat menyesal. Harta peninggalan ayahnya ternyata jauh lebih berharga dari yang ia kira. Karena malas membaca, kini ia hanya jadi pekerja kasar yang hidup ala kadarnya.

“Buku itu sebenarnya warisan dari orangtuaku,” jawab si pemuda. “Jujur, aku malas membacanya dan tidak tahu kalau ayahku menyimpan pesan yang sangat berharga. Sungguh, aku menyesal. Teman, boleh aku pinjam kembali buku-buku itu untuk memulai hidupku yang baru? Aku ingin bisa mengubah hidupku menjadi lebih baik.”

Netter yang Luar Biasa,

Demikianlah, banyak hal yang kadang tak kita mengerti dari pilihan-pilihan yang kita jalani. Sering mengundang penyesalan, seperti si pemuda tadi. Tapi bagi yang mau belajar, setiap kegagalan, setiap kesalahan pasti punya nilai pembelajaran. Maka, ada ungkapan "hal yang sudah berlalu tak perlu disesali". Sudah sepatutnya kata-kata bijak tadi kita jadikan pegangan hidup. Jika hari ini kita gagal, kita siap bangkit lagi!

Mari, jangan sesali yang sudah berlalu, jangan pula takut pada masa depan. Kita belajar dari banyak kesalahan dan segala ketidaknyamanan, untuk mengambil pilihan yang ada pada hari ini sebagai dasar pijakan meraih keberhasilan yang lebih membanggakan. Tetap berjuang!

Bergantung Pada Diri Sendiri

Alkisah, di kesenyapan sebuah belantara, terdengar percakapan menarik antara Ibu Siput dengan anaknya. Siput kecil bertanya kepada ibunya, “Ibu, mengapa sejak lahir, kita harus membawa cangkang yang begitu keras dan berat ini?"

Sang ibu menjawab, “Pertanyaan yang bagus. Anakku, kita ditakdirkan dengan badan yang tidak ada tulang untuk menyangga. Kita berjalan dengan cara merayap, itu pun tidak bisa merayap dengan cepat. Jadi kita memerlukan cangkang ini untuk melindungi diri dari perubahan cuaca, hujan dan terik matahari dan juga marabahaya lainnya yang setiap saat mengintai kehidupan ini.”

Masih penasaran, siput kecil bertanya lagi, “Tetapi Bu, Kakak Ulat itu juga tidak mempunyai tulang, dan merayapnya juga tidak cepat… Mengapa mereka tidak perlu membawa cangkang yang keras dan berat ini?”

Dengan tersenyum sabar, sang Ibu menjawab lagi, “ Anakku, Kakak Ulat tentu berbeda dengan kita. Dia sebentar lagi akan berubah menjadi kupu-kupu, lalu bisa terbang ke alam bebas dan akan terlindungi oleh langit.”

Tak mau menyerah, siput kecil bertanya lagi, “Adik cacing tanah juga tidak memiliki tulang dan tidak merayap dengan cepat. Mereka juga tidak bisa berubah menjadi kupu-kupu. Mengapa mereka tidak perlu membawa cangkang yang berat ini?”

Ibu Siput kembali menjawab, “ Adik cacing tanah kan punya kemampuan bisa menyusup dan masuk ke dalam tanah. Mereka dilindungi dari bahaya oleh tanah dan bumi ini.”

Siput kecil tiba-tiba menangis keras, “Huhuhu.... Ibu, kita sungguh hewan yang kasihan sekali. Langit tidak melindungi kita, tanah dan bumi juga tidak melindungi kita.”

Kali ini dengan tegas sang Ibu menjawab, “ Anakku, Tuhan Maha Adil. Itulah alasan mengapa kita mempunyai cangkang yang kuat ini! Kita tidak perlu bergantung pada langit maupun tanah, tapi kita harus bergantung pada diri sendiri. Jadi, mulai saat ini, terimalah keberadaan cangkangmu dengan perasaan gembira, karena itu adalah pelindung sejatimu yang telah diberikan Sang Pencipta kepada kaum kita.”

Netter yang Luar Biasa,

Setiap makhluk hidup telah diperlengkapi dengan kelebihan dan kemampuannya masing-masing. Apalagi manusia! Selain fisik, juga memiliki akal budi dan moralitas yang membedakannya dengan makhluk lain di permukaan bumi ini. Karenanya, setiap manusia bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri, bukan hidup dengan mengandalkan bantuan dari orang lain.

Mari, belajar dan bertumbuh menjadi manusia yang lentur, berdiri kokoh di kaki sendiri tetapi juga sekaligus peduli kepada sesama. Dengan sikap mental kemandirian kita akan berani menatap ke depan dan siap berjuang mengubah nasib serta meraih kehidupan sukses yang gemilang.

Motivasi Untuk Berwirausaha

Semakin banyaknya angka pengangguran dijaman sekarang, memaksa seseorang untuk bisa lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu langkah aman untuk terhindar dari pengangguran atau pemecatan kerja saat ini adalah dengan berwirausaha.
Tetapi tidak mudah untuk mendorong seseorang untuk mau berkecimpung di dunia wirausaha,Banyak sekali penyebab ketakutan tersebut, seperti: ketakutan akan kerugian, ragu dalam memulai usaha, dan penyebab yang paling sering ditemui adalah kurangnya motivasi untuk berwirausaha.
Motivasi adalah kunci yang akan membuka potensi manusia.Tanpa motivasi,sedahsyat apapun potensi yang dimiliki tidak mampu untuk merubah menjadi kemampuan yang maha dahsyat.
Motivasi usaha merupakan salah satu pendorong tumbuh kembangnya jiwa wirausaha seseorang. Kesuksesan seseorang seringkali disertai dengan motivasinya yang kuat dalam menjalakan setiap usaha yang dijalaninya.
Salah satu motivasi yang paling dibutuhkan pelaku usaha adalah keinginannya untuk terus belajar dan menambah keterampilan. Seperti kita ketahui bersama, motivasi belajar menjadi modal awal bagi para pengusaha untuk mengembangkan raksasa bisnisnya. Karena itu, belajarlah dari orang-orang sukses di sekitar Anda, belajarlah dari kegagalan yang pernah Anda alami, dan belajarlah dari sumber ilmu yang tersedia di seluruh belahan dunia.
Adapun Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Usaha adalah Kondisi lingkungan seperti sistem hukum, industri, pasar modal dan kondisi ekonomi nasional mempengaruhi wirausaha, tetapi motivasi wirausahawan akan mengarahkan tindakan wirausaha pada kondisi lingkungan yang berbeda.
Tetapi alangkah lebih baik menumbuhkan motivasi di dalam diri sendiri,Metode paksaan sangat tepat dilaksanakan oleh mentor/coach kepada orang yang ingin maju tetapi tidak menyadari potensi raksasa di dalam dirinya.
Dengan adanaya motivasi kita mempunyai dorongan untuk berbuat, melakukan sesuatu yang kita inginkan. Motivasi dalam berwirausaha memang sangat diperlukan guna menjalankan suatu usaha memajukannya.
Dengan adanya motivasi yang berasal dari dalam diri kita, kita akan dengan mudah menjalankan apapun karena motivasi merupakan modal awal yang harus dipunyai dan dikembangkan oleh seorang wirausahawan. Tanpa adanya motivasi mustahil suatu usaha dapat berjalan sediri tanpa ada yang menggerakkannya.
Jangan Menunggu Keadaan Ideal,Jangan Juga Menunggu Peluang-Peluang Terbaik,Karena Keduanya Tidak Pernah Datang Jika Ditunggu .- Janet Erskine Stuart

LEIDEN IS LIJDEN: BELAJAR LEADERSHIP DARI KELUARGA KECIL IBRAHIM A.S

  Hisahito Rahmat Dakwansyah Ketika kita bicara kepemimpinan, pikiran kita sering melayang pada sosok yang memimpin negara, memenangi pepera...